-->

Praktikum Kimia Fisika " Ekstraksi "

ABSTRAK
Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut yang tidak bercampur dan menentukan derajat disosiasi zat terlarut dalam pelarut tersebut. Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah ekstraksi. Hasil yang didapat pada percobaan ini adalah pada titrasi CH3COOH awal dengan konsentrasi larutan CH3COOH 1,15 N menghabiskan titrasi 1,3 ml dan 1,2 ml dengan rata-rata 1,25 ml. konsentrasi CH3C00H 2,4 N menghabiskan titrasi 1,8 ml dan 1,6 ml dengan rata-rata 1,7 ml. Pada titrasi CH3COOH sisa eksraksi dengan konsentrasi larutan CH3COOH 1,15 N menghabiskan titrasi 0,3 ml dan 0,5 dengan rata-rata 0,4 ml. konsentrasi CH3COOH 2,4 N menhabiskan titrasi 0,5 ml dan 0,4 ml dengan rata-rata 0,45 ml. Kesimpulan yang didapat pada percobaan ini adalah semakin besar konsentrasi asam asetat (CH3COOH) maka semakin banyak volume NaOH yang dihabiskan.
Kata kunci: Ekstraksi, Konstanta kesetimbangan, Derajat disosiasi

















BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Judul Praktikum                  : Distribusi Zat Terlarut Antara Dua Pelarut
  Yang Tidak Bercampur
1.2       Tanggal Praktikum              : 16 Maret 2016
1.3       Pelaksana Praktikum          : Kelompok 3
1.      Zarra Meutia                   (140140062)
2.      M. Ikhsan Nasution        (140140064)
3.      Raudhatul Raihan           (140140072)
4.      Azmi Rohaya                  (140140080)
1.4         Tujuan Praktikum          :  Menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut yang tidak bercampur, dan   menentukan derajat disosiasi zat terlarut dalam pelarut tersebut.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Distribusi
1.         Temperatur yang digunakan.
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2.         Jenis pelarut.
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3.         Jenis terlarut.
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4.         Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.
Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga k tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang sama. 
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan bahwa solute akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D) (Khopkar, S. M, 1990).

2.2       Pengertian Ekstraksi
            Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antar  muka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi.
            Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan diluar bahan.
            Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar.Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali.
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan.
            Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Basset, J. dkk, 1994).

2.3       Ekstraksi Pelarut
            Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam kedua fase pelarut.
            Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejmlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugs pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugs pengganggu ini diekstraksi secara selektif. Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut (dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercamupr satu sama lain. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali.
            Untuk memilih jenis pelarut yang sesai harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1.         Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya.
2.         Kelarutan pelarut organik rendah dalam air
3.         Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air
4.         Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun
5.         Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya ntk keperluan analisa lebih lanjut.
Ekstraksi dapat dilakukan secara continue atau bertahap, ekstraksi bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan atas. Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar. Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali (Svehla, G. 1985).
2.4       Makna Kesetimbangan Dinamis
Ada beberapa istilah yang harus dipahami sebelum melangkah lebih jauh mempelajari kesetimbangan kimia. Istilah tersebut adalah reaksi satu arah (one way  reaction),  reaksi  dapat  balik (two way reaction), dan reaksi  kesetimbangan
(equilibrium reaction). Jika dalam suatu reaksi, zat-zat hasil reaksi tidak dapar bereaksi kembali menjadi pereaksi maka disebut reaksi satu arah.
Contoh :
Pembakaran metana berlangsung dalam satu arah. Persamaan reaksinya:
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(g).................................. (2.1)
Jika hasil reaksi (CO2 + H2O) direaksikan lagi, tidak akan membentuk pereaksi kembali (CH4 + O2), tetapi menjadi H2CO3. Kenyataan ini menunjukkan bahwa reaksi diatas adalah reaksi satu arah atau reaksi yang tidak dapat balik (irreversibel).
            Jika dalam suatu reaksi hasil-hasil reaksi dapat membentuk pereaksi lagi maka disebut reaksi dapat balik (reversible). Suatu reaksi dapat digolongkan ke dalam reaksi kesetimbangan dinamis (equilibrium reaction) jika reaksi yang dapat balik (reversible) berlangsung dengan kecepatan yang sama, baik kecepatan ke arah hasil reaksi maupun kecepatan ke arah pereaksi dan reaksinya tidak bergantung pada waktu. Dalam sistem kesetimbangan dinamis, reaksi yang menuju hasil reaksi dan reaksi yang menuju pereaksi berlangsung secara bersamaan dengan laju yang sama sehingga konsentrasi masing-masing zat dalam sistem kesetimbangan tidak berubah (Yayan dan Agus, 2007).
2.5       Hukum Distribusi
            Distribusi adalah penyebaran aktifitas zat terlarut yang dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Menurut hukum distribusi Nernst bila dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam campuran solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut, setelah di kocok–kocok, kemudian dibiarkan maka akan  terjadi 2 fasa yang terpisah. Perbandingan kosentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut dikenal dengan tetapan distrbusi atau koefisien distribusi.
K =
Dimana : K      = Koefisien distribusi
               C1    = Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut I
               C2    = Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut II
            Harga K akan tetap jika berat molekul zat terlarut dalam pelarut I sama dengan Berat molekul dalam pelarut I. Jika berat molekulnya tidak sama, maka akan terjadi disosiasi atau asosiasi zat terlarut dalam salah satu pelarut (Soebagio, 2005).
Hukum distribusi berlaku apabila:
1.                  Larutan encer
Apabila konsentrasi zat terlarut tinggi, misalnya asam asetat dalam air dan kloroform, maka asam asetat dalam air cenderung untuk mengalami asosiasi. Asosiasi tersebut dapat digambarkan dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara molekul asam asetat.

2.         Zat terlarut mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua pelarut tersebut karena angka konstan. Angka perbandingan distribusi tidak tergantung pada spesies atau jenis molekul yang mungkin ada. Harga perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat terlarut serta temperatur, sedangkan angka berubah apabila konsentrasi zat berubah dalam kedua pelarut setelah tercapai kesetimbangan pada temperatur tertentu dalam larutan tertentu.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi pelarut dalam analisa, antara lain:
1.                  Mengeluarkan brom dan iod dalam larutan air apabila larutan iod dalam air dikocok dengan karbon disulfida.konsentrasi ion dalam disulfida dapat dipisahkan dengan corong pisah dan dilakukan berulang kali. Dengan cara ini, konsentrasi iod dalam larutan air menjadi kecil.
2.                  Uji dalam analisa kuantitatif
Kromium pentaoksida lebih larut dalam alkoholamil dari air dengan mengocok larutan encer dalam air dengan adanya kromat atau H2O2.


3.                  Studi hidrolisis
Dalam hidrolisis suatu garam dari basa lemah dengan asam kuat atau asam lemah dengan basa kuat terdapat kesetimbangan antara garam, basa, atau asam bebas.
Pada industri, ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam hasil seperti minyak tanah, minyak goreng, dan lain-lain. Dapat dinyatakan bahwa proses ekstraksi adalah proses pengambilan zat terlarut dalam larutan dengan pelarut lain (Setiono, 1985).
Harga konstanta distribusi atau partisi dapat digunakan untuk menentukan derajat disosiasi. Derajat disosiasi merupakan beberapa bagian yang terurai dalam suatu larutan. Penambahan zat pada kedua lapisan cairan yang tidak bercampur akan membuat zat tersebut terdistribusi diantara kedua lapisan. Pendistribusian ini tidak menutupi terjadinya kemungkinan  disosiasi ataupun asosiasi zat dalam salah satu lapisan ataupun keduaaanya. Terdapat dua kasus  utama yang sering terjadi pada penambahan ketiga zat yaitu tidak berdisosasiasi ataupun asosiasi dalam kedua larutan. Kasus ini dapat berlangsung persamaan distribusi.












BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1       Alat dan Bahan
3.1.1    Alat
1.                  Corong pemisah 2 buah
2.                  Erlenmeyer 2 buah
3.                  Buret 1 buah
4.                  Pipet ukur 3 buah
5.                  Pipet Tetes 1 buah
6.                  Bola penghisap 3 buah
7.                  Statif 1 buah
3.1.2    Bahan
1.                  Asam asetat (CH3COOH) 1,15 N, 2,4N
2.                  Larutan NaOH 1 N
3.                  Khloroform (CHCl3)
4.                  Indikator Fenoptalin (PP)

3.2       Cara Kerja
1.                  25 ml larutan CH3COOH 1,15N dimasukkan kedalam corong pemisah.
2.                  25 ml khloroform ditambahkan kedalam corong pemisah.
3.                  Dikocok selama 20 menit hingga terjadi keseimbangan, lalu dibiarkan selama 10 menit sampai terjadi pemisahan.
4.                  10 ml CH3COOH 1,15N dipipet dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambah 2 tetes Indikator PP, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 1 N. Sampai terjadi titik ekivalen.
5.                  Larutan dalam fase air dipisahkan lalu dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 2 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan larutan NaOH.
6.                  Percobaan diulangi dengan konsentrasi CH3COOH yang 2,4 N.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Hasil
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Distribusi Zat Terlarut antara Dua Pelarut yang Tidak Bercampur
konsentrasi
Volume NaOH untuk titrasi awal
Volume NaOH untuk titrasi sisa ekstraksi

I
II
Rata-rata
I
II
Rata-rata
1,15 N
1,3 ml
1,2 ml
1,25 ml
0,3 ml
0,5 ml
0,4 ml
2,4 N
1,8 ml
1,6 ml
1,7 ml
0,5 ml
0,4 ml
0,45 ml

4.2       Pembahasan
            Pada percobaan yang telah dilakukan untuk NaOH awal, 10 ml CH3COOH 1,15 N pada erlenmeyer pertama dan erlenmeyer kedua, dan dengan dua kali titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 1 N. Dan hasil yang didapat pada erlenmeyer pertama mendapatkan titik ekivalen 1,3 ml dan 1,2 ml dengan rata-rata kedua titik ekivalen tersebut 1,25 ml. Sedangkan untuk konsentrasi CH3COOH 2,4 N pada erlenmeyer pertama titik ekivalennya 1,8 ml dan pada erlenmeyer kedua titik ekivalennya sekitar 1,6 ml sehingga rata-ratanya 1,7 ml. Mengapa demikian, rata-rata titik ekivalen pada konsentrasi 1,15 N lebih rendah atau lebih cepat mencapai titik ekivalen dikarenakan pengaruh dari konsentrasinya saja, semakin kecil konsentrasi suatu larutan, maka akan lebih cepat mencapai titik ekivalen , lain halnya dengan rata-rata titik ekivlaen yang dihasilkan oleh konsentrasi suatu larutan yaitu 2,4N, dan ternayata, semakin tinggi konsentrasi suatu larutan semakin lama titik ekivalen yang tercapai atau didapat.
            Dengan perlakuan yang sama, pada percobaan larutan CH3COOH yang ditambah dengan khloroform masing-masing 25 ml, lalu dikocok selama 20 menit sehingga dia mencapai keseimbangan dan ternyata , pada saat awal pengocokan, tutup dari corong pemisah memiliki tekanan yang terdapat didalam corong pemisah.Setelah didiamkan selama 10 menit, hingga tercapai pemisahan antara khloroform dengan air, dan ternyata pemisahan tersebut memiliki hasil yaitu khloroform diatas dan air dibawah, dari hasil pendiaman yang sudah dilakukan  air yang ada dibawah dipisahkan dengan masing-masing 10 ml pada 2 jenis erlenmeyer yang berbeda dengan konsentrasi 1,15 N dan 2,4 N. Dan hasil yang didapat dari konsentrasi larutan CH3COOH 1,15 N pada erlenmeyer pertama 0,3 ml dan pada saat erlenmeyer kedua titik ekivalennya 0,5 ml sehingga rata-rata titik kivalennya 0,4 ml .Sedangkan pada konsentrasi  2,4 N pada erlenmeyer pertama dengan titik ekivalen 0,5 ml dan pada erlenmeyer kedua 0,4 ml sehingga rata-rata titik ekivalennya 0,45 ml. Mengapa demikian, karena pada perlakuan terhadap corong pemisah sudah adanya titik keseimbangan yang mana konsentrasinya 1,15 N. Oleh karena itu, lebih cepat mencapai titik ekivalen daipada konsentrasi 2,4 N yang mempengaruhi yaitu konsentrasi , semkain tinggi konsentrasi, semakin lama titik ekivalennya, pengaruh titik ekivalen lebih cepat didapat daripada perlakuan pertama yang tanpa penambahan senyawa khloroform.
















BAB V
PENUTUP
5.1       Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipraktikum, maka dapat kita simpulkan bahwa:
1.                  Asam asetat yang larut dalam air akan berada di bawah sedangkan larutan asam asetat (CH3COOH) yang larut dalam kloroform (CHCl3) akan berada di bagian atas.
2.                  Fungsi NaOH adalah larutan standar untuk menitrasi CH3COOH.
3.                  Fungsi indikator PP adalah sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi
4.                  Tujuan pengocokan pada corong pemisah adalah untuk memperbesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa
5.                  Semakin besar konsentrasi asam asetat (CH3COOH) maka semakin banyak volume NaOH yang dihabiskan sebagai pentiternya.
6.                  Air dan kloroform tidak bisa bercampur karena perbedaan massa jenis, massa jenis air 1 gr/cm3 dan massa jenis kloroform 1,4 gr/cm3.


5.2       Saran
            Dalam percobaan distribusi zat terlarut oleh pelarut yang tidak bercampur juga bisa digunakan pelarut non polar lain seperti etil asetat, benzene, ataupun toluene sehingga didapat hasil yang bervariasi. Atau mungkin juga bisa menggunakan pelarut non polarnya selain air, misalnya etanol atau metanol.





DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.  Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Setiono, 1985. Kimia Analisis. Jakarta: Bumi Aksara
Soebagio. 2005. Kimia Analisis II. Malang: UM Press



0 Response to "Praktikum Kimia Fisika " Ekstraksi ""

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel