Praktikum Kimia Fisika " Penentuan Berat Molekul Suatu Senyawa "
ABSTRAK
Berat
molekul atau biasa disebut molekul relatif (Mr) adalah berat suatu molekul
dalam satuan massa atom . Berat molekul dapat dihitung dengan menjumlahkan
berat seluruh atom yang menyusunnya.Densitas adalah
rasio massa per satuan volume, seperti misalnya kg/m3 atau lb/ft3.
Densitas memiliki nilai numerik sekaligus satuan. Untuk menentukan densitas
suatu zat, anda harus mengetahui baik volume maupun massanya. Percobaan ini
bertujuan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil bedasarkan pengukuran
massa jenis gas dan menerapkan pemakaian persamaan gas ideal. Metode yang
digunakan pada percobaan ini adalah pengukuran atau penentuan dari massa jenis
gas. Hasil yang didapai pada percobaan ini adalah massa kloroform yaitu 1,075
gram dan setelah melalui perhitungan menggunakan persamaan gas ideal didapati
berat molekul kloroform adalah 120,38 gram/mol. Sedangkan berat molekul
teoritis untuk senyawa kloroform adalah 119,38 gram/mol. Persen error yang
didapat yaitu sekitar 0,819%
Kata kunci: Berat molekul, Gas ideal, Kloroform, Massa jenis,
Senyawa volatil
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul
Praktikum : Penentuan Berat Molekul Suatu Senyawa
1.2 Tanggal
Percobaan : 16 Maret 2016
1.3 Pelaksana
Praktikum : 1.
Zarra Meutia
2. Muhammad Ikhsan Nasution
3. Raudhatul Raihan
4. Azmi Rohaya
1.4 Tujuan Praktikum : Untuk menentukan berat molekul senyawa volatil
berdasarkan pengukuran masa jenis gas
dan menerapkan pemakaian persamaan gas ideal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsentrasi
Molar
Sering dibutuhkan penentuan
konsentrasi suatu larutan secara kuantitatif dan hal ini dapat dilihat
selanjutnya dalam buku ini, bahwa ada beberapa cara untuk memperoleh
konsentrasi larutan secara kuantitatif. Suatu istilah yang sangat dalam larutan
disebut konsentrasi molar atau molaritas , dengan simbol M. Dinyatakan sebagai
jumlah mol suatu solut dalam larutan dibagi dengan volume larutan yang
ditentukan dalam liter.
……………………….(2.1)
Larutan
yang mengandung 1,00 mol NaCl dalam 1,00 L larutan mempunyai molaritas 1,00 mol
NaCl/(L larutan) atau 1,00 M dan disebut 1,00 molar larutan. Alasan molaritas
merupakan konsentrasi yang sangat berguna adalah karena jika kita mengetahui molaritas
suatu larutan, kita dapat menentukan jumlah mol solut yang diinginkan dengan
cara mengukur volumenya sangat yang tepat.
Nilai berat molekul
(relatif massa molar) dibangun dari tabel berat atom berdasarkan pada
skala yang berubah-ubah dari massa relatif unsur-unsur . Berat atom sebuah
unsur adalah massa sebuah atom berdasarkan skala yang menetapkan bahwa sebuah
masa adalah 12 tepat untuk isotop karbon 12C, yang intinya berisi 6
proton dan 6 neutron. Istilah “berat” atom dan “berat” molekul digunakan oleh
sarjana teknik dan kimia di seluruh dunia sebagai pengganti istilah-istilah
yang lebih akurat “ massa “ atom atau “ massa” molekul. Karena menimbang adalah
metode asli untuk menentukan massa atom komperatif, selama dihitung dalam
sebuah area gravitasional yang sama, nilai-nilai relatif yang diperoleh untuk “
berat “ atom identik dengan nilai- nilai “ massa “ atom.
2.2 Densitas
Densitas adalah rasio massa per satuan volume, seperti
misalnya kg/m3 atau lb/ft3. Densitas memiliki nilai
numerik sekaligus satuan. Untuk menentukan densitas suatu zat, anda harus mengetahui baik volume
maupun massanya. Densitas zat cair dan padat tidak berubah secara signifikasi
pada kondisi biasa.
2.3 Berat
Jenis
Berat
jenis biasanya dianggap sebagai sebuah rasio tanpa dimensi. Sebenarnya, berat
jenis harus dipikirkan sebagai rasio dari dua densitas- densitas zat yang
diinginkan, A, terhadap densitas zat seperti- yang masing-masing memiliki
satuan yang berhubungan. Dengan simbol :
…………(2.2)
Zat referensi untuk zat cair dan padat biasanya adalah
air, jadi berat molekul adalah rasio densitas zat yang ditanyakan terhadap
densitas air. Berat jenis gas sering kali diserahkan pada udara, tetapi mungkin
juga mengarah pada gas lain. Supaya tepat ketika menunjukkan berat jenis ,
nyatakan pada suhu berapa setiap densitas ditetapkan
(Sukardjo, 1989).
2.4 Senyawa
Biner Nonlogam
Tata nama senyawa biner yang terdiri
dari dua unsur nonlogam dimulai dengan ,menyebutkan lebih dulu nama unsur yang
terletak disebelah kiri atau dibawah unsur satunya pada tabel periodik. Unsur
satunya disebutkan kemudian, dengan ditambah akhiran –ida dan sebuah awalan
untuk menunjukkan jumlah atom unsur yang ada. Jika unsur pertama berjumlah
lebih dari satu atom, maka unsur tersebut harus diberi awalan juga. Jika salah
satu unsur terletak disebelah kiri dan diatas unsur satunya, maka massa unsur
yang terletak disebelah kiri tersebut harus disebut lebih dulu kecuali jika
unsur tersebut adalah oksigen atau flour, karena untuk oksigen dan flour,
namanya disebut dibagian akhir. Urutan unsur yang sama juga digunakan untuk
menulis tata nama rumus senyawa-senyawa unsur nonlogam ini. Unsur yang
mempunyai elektronegativitas lebih rendah biasanya disebut lebih dulu.
2.5 Senyawa
Ionik
Senyawa
ionik terbentuk dari kation dan anion. Kation selalu disebut lebih dulu. Tata
nama kation tergantung pada apakah ion tersebut monoatomik. Jika tidak,
diberikan nama khusus, seperti amonium untuk NH4+ dan ion
merkuri (I) atau ion merkuno untuk Hg22+ . Jika kation
tersebut monoatomik, tata namanya tergantung pada apakah unsur itu membentuk
lebih dari satu ion positif dalam senyawanya. Misalnya, Na+. Besi
membentuk dua ion positif , Fe2+ dan Fe3+. Tata nama
kation unsur yang hanya membentuk satu jenis ion dalam seluruh senyawanya tidak
perlu diidentifikasi lebih jauh. Sebaliknya , kation logam yang mempunyai dua
atau lebih muatan yang berbeda harus diidentifikasi lebih jauh lagi. Untuk
kation monoatomik,kita menggunakan angka romawi dalam tanda kurung yang
menempel pada nama unsur, dimana angka ini menunjukkan muatan ion tersebut.
Maka, Fe2+ disebut ion besi(II). Dan Fe3+ disebut ion
besi(III).
Unsur yang hanya membentuk satu
kation adalah unsur logam alkali (golongan IA), logam alkali tanah (golongan IIA),
seng , kadmium, aluminium, dan seringkali perak. Muatan ion yang dihasilkan
unsur-unsur ini dalam senyawanya selalu sama dengan nomor golongan unsur-unsur
tersebut pada tabel periodik klasik.
Sistem lama untuk tata nama kation
unsur yang mempunyai lebih dari satu kation menggunakan akhiran –i untuk ion
yang muatannya lebih tinggi dan akhiran –o untuk ion yang muatannya lebih
rendah.
Anion-anion umum biasanya
dikelompokkan sebagai berikut : anion monoatomik, oksianion, dan anion khusus.
Dua kelompok pertama menggunakan akhiran khusus ; Khusus ketiga hanya sedikit
dan harus dihapalkan.
Jika anion tersebut monoatomik, nama
unsur diubah dengan mengganti akhirannya dengan –ida. Ingat kembali bahwa
akhiran yang sama digunakan untuk senyawa biner nonlogam. Semua anion
monoatomik berakhiran –ida. Tetapi ada beberapa anion yang terlebih dari satu
atom yang juga berakhiran –ida. Anion yang paling penting dalam kelompok ini
adalah ion hidroksida (OH-) dan ion sianida (CN-).
Oksianion terdiri dari satu atom unsur
ditambah beberapa atom oksigen yang berikatan kovalen dengan atom unsur pertama
tersebut. Nama anion diberikan oleh nama unsur yang akhirannya diganti menjadi
–at atau –it. Pada beberapa kasus, kita perlu juga menambahkan awalan per- atau
hipo- untuk membedakan semua oksianion yang mungkin dengan yang tak mungkin.
Untuk
memahami senyawa ionik, sebutkan saja nama kation dan anionnya bersama-sama ,
dengan urutan kation lebih dulu . Jumlah kation dan anion dalam rumus kimia
senyawa ionik tersebut tidak harus disebutkan dalam nama senyawa itu karena
anion sudah mempunyai muatan tertentu , dan muatan kation telah ditunjukkan
melalui namanya. Terdapat sebanyak mungkin kation dan anion yang diperlukan
untuk memperoleh senyawa netral dengan penulisan subskrip yang mungkin sebagai
bagian yang tidak terpisahkan (David, 2002).
2.6 Rumus
Kimia
Ada bermacam bentuk rumus kimia dan
tiap bentuk berisi sutau keterangan. Ini dapat termasuk homogen komposisi
elemen. Jumlah relatif dari tiap atom yang ada, jumlah atom yang pasti dari
tiap elemen dalam molekul zat atau struktur dari molekul zat tersebut. Untuk
mudahnya kita dapat membagi bentuk rumus menurut jumlah keterangan yang
diberikan.
Sebuah rumus yang memakain angka
yang mudah dan bulat untuk menyatakan jumlah atom relatif dari tiap elemen yang
ada dalam satuan rumus disebut rumus sederhana. Disebut juga rumus empiris
karena biasanya diturunkan dari satu hasil percobaan analisis. Rumus NaCl, H2O,
dan CH2 adalah rumus empiris.
Suatu
rumus yang menyatakan jumlah yang pasti dari tiap macam atau yang terdapat
dalam molekul dinamakan rumus molekul. H2O adalah rumus molekul
(tapi juga suatu rumus empiris) karena satu molekul air mengandung 2 atom H 1
atom O. Rumus C2H4 adalah rumus molekul untuk zat etilen yang
mengandung 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen. Perhatikan bahwa rumus yang
paling sederhana untuk senyawa ini adalah CH2 karena perbandingan
antara karbon dan hidrogennya adalah 1:2. Tetapi rumus CH2 yang
paling sederhana ini bukanlah khusus untuk C2H4 saja.
Suatu zat dengan rumus empiris CH2, dapat mempunyai rumus molekul CH2,
C2H4, C3H6 dan seterusnya.
Dalam rumus bangun, tanda garis
antara berbagai atom, menggambarkan ‘ikatan kimia’ yang mengikat atom-atom
sesamanya dalam molekul. Suatu rumus bangun menerangkan pada kita cara
bagaimana atom-atom dalam molekul terikat satu sama lain sehingga kita dapat
menulis rumus molekul dan empirisnya. Sehingga untuk asam asetat diatas, kita
dapat menuliskan rumus molekul (C2H4O2) dan
rumus empirisnya (CH2O).
Rumus
yang paling disenangi tentu saja rumus bangunnya, karena ia juga mengandung
semua keterangan yang diberikan oleh kedua macam rumus lain itu. Tetapi dalam
ilmu kimia , seperti juga dalam kehidupan ini, tak ada sesuatu tanpa bayaran.
Lebih susah percobaan untuk mendapatkannya. Kita akan melihat bagaimana asalnya
rumus empiris dan molekul, tetapi semua cara untuk menentukan suatu rumus
bangun tak termasuk pada pembicaraan dalam buku ini.
2.7 Rumus
Empiris dan Rumus Molekul
Angka-angka
dalam rumus empiris menyatakan perbandingan atom dalam suatu senyawa, misalnya
dalam CH2 perbandingannya atom C: H adalah 1 : 2 dan seperti telah
dipelajari perbandingan atom C terhadap 2 atom mol H. Persamaan dalam
perbandingan antara atom dan mol inilah yang menjadi dasar untuk menentukan
cara penentuan rumus empiris, secara perbandingan atomnya . Misal kita
mempunyai satu sampel dan senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen saja,
dimana pada ada perbandingan 1 mol c terhadap 3 atom H . Satu- satu nya jalan
agar perbandingan molnya 1 : 3 adalah perbandingan atomnya juga harus 1:3
sehingga rumus empirisnya harus CH3
(Brady,1999).
2.8 Hukum
Keadaan Standar
Untuk melakukan
pengukuran terhadap volume gas, diperlukan suatu keadaan standar untuk
digunakan sebagai titik acuan. Keadaan ini yang juga dikenal sebagai STP
(Standart Temperature and Pressure) yaitu keadaan dimana gas mempunyai tekanan
sebesar 1 atm (760 mmHg) dan suhu °C (273,15 K).
Satu
mol gas ideal, yaitu gas yang memenuhi ketentuan semua hukum-hukum gas akan
mempunyai volume sebanyak 22,414 liter pada keadaan standar ini.
2.9 Hukum
Gas Ideal
Definisi mikroskopik gas ideal, antara
lain:
1.
Suatu gas yang terdiri dari
partikel-partikel yang dinamakan molekul.
2.
Molekul-molekul bergerak secara
serampangan dan memenuhi hukum-hukum gerak Newton.
3.
Jumlah seluruh molekul adalah besar
4.
Volume molekul adalah pecahan kecil yang
diabaikan dari volume yang ditempati oleh gas tersebut.
5.
Tidak ada gaya yang cukup besar yang
beraksi pada molekul tersebut kecuali selama tumbukan.
6.
Tumbukannya elastik (sempurna) dan
terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
2.9.1 Gambaran
Gas Ideal
Apabila jumlah gas
dinyatakan dalam mol (n), maka suatu bentuk persamaan umum mengenai sifat-sifat
gas dapat diformasikan. Sebenarnya hukum Avogadro menyatakan bahwa 1 mol gas
ideal mempunyai volume yang sama apabila suhu dan tekanannya sama. Dengan
menggabungkan persamaan Boyle, Charles dan persamaan Avogadro akan didapat
sebuah persamaan umum yang dikenal sebagai persamaan gas ideal atau PV = nRT.
R adalah konstanta
kesebandingan dan mempunyai suatu nilai tunggal yang berlaku untuk semua gas
yang bersifat ideal. Persamaan di atas akan sangat berguna dalam
perhitungan-perhitungan volume gas.
Suatu aliran dari udara kering yang
bersih dilewatkan cairan yang diukur tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran
ini tergantung pada kejenuhan udara tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini,
maka udara dilewatkan cairan tersebut secara seri. Bila V adalah volume dari
massa gram cairan tersebut dalam keadaan uap, M berat mol cairan dan tekanan
uap dari cairan tersebut pada temperature T, maka tekanan uap dapat dihitung
dengan hukum gas ideal.
Gas mempunyai sifat
bahwa molekul – molekulnya sangat berjauhan satu sama lain sehingga hampir
tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak antara molekul – molekulnya
sehingga gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruas yang ditempatinya,
bagaimanapun besar bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini
dibayangkan adanya suatu gas ideal yang mempunyai sifat-sifat:
1. Tidak
ada gaya tarik menarik antara molekulnya
2. Volume
dari molekul – molekul itu sendiri di abaikan
3. Tidak
ada perubahan energy dalam (internal energy = E) pada pengembangan.
Sifat-sifat ini
didekati oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg dalam keadaan
yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati) misalnya: N2,
O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya
agak menyimpang dari gas ideal.
Density dari gas digunakan untuk
menghitung berat molekul suatu gas ialah dengan cara membendungkan suatu volume
yang akan dihitung berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat
molekulnyapada temperature atau suhu yang sama. Density gas didefinisikan
sebagai berat molekul ini maka ditimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur
PV dan T-nya menurut hukum gas ideal;
…………………………..….(2.3)
Bila gas ideal sifat- sifatnya dapat
dinyatakan dengan persamaan yang sederhana ialah , maka sifat-sifat gas
sejati hanya dapat dinyatakan dengan persamaan yang lebih kompleks lebih –
lebih pada tekanan yang tinggi dan temperature yang rendah. Bila di inginkan,
penentuan berat molekul suatu gas secara teliti maka hukum –hukum gas ideal dipergunakan
pada tekanan yang rendah. Tetapi akan terjadi kesukaran ialah bila tekanan rendah maka suatu berat tertentu dari gas
akan mempunyai volume yang sangat besar. Untuk suatu berat tertentu bila
tekanan berkurang volume bertambah dan berat perliter berkurang.
Density yang didefinisikan dengan berkurang tetapi perbandingan density dan
tekanan atau akan tetapi, sebab berat total tetap sebab total m tetap dan bila gas ideal
PV juga tetap sesuai dengan persamaan berikut :
……………………….(2.4)
(Respati,1992).
Percobaan ini merupakan
alternative lain metode pengukuaran atau penentuan dari massa jenis gas dengan
alat Victor Meyer. Persamaan gas ideal bersama-sama dengan jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatile. Dari persamaan gas
ideal didapat:
P
V = n R T…………………………...….(2.5)
P
V = . R T………………………..……(2.6)
P
(BM) = . R T…………………………..(2.7)
P
(BM) = …………………………….(2.8)
Dimana:
BM = berat
molekul
V = volume
R = konstanta
gas (0.082 L.atm./mol.K)
r = massa
jenis gas (gr/L)
P = Tekanan
gas
T = suhu
absolute (K)
Bila
suatu cairan volatile dengan titik didih lebih kecil dari 100o C
ditempatkan dalam suatu Erlenmeyer tertutup yang mempunyai lubang kecil pada
tutupnya dan kemudian labu tersebut dipanaskan hingga 100o C maka
cairan tadi akan menguap dan uap akan mendorong udara yang terdapat pada
Erlenmeyer keluar melalui lobang kecil tadi. Setelah semua udara keluar, pada
akhirnya uap cairan itu sendiri akan keluar, sampai akhirnya uap ini akan
berhenti keluar bila keadaan keseimbangan dicapai yaitu tekanan uap cairan
dalam labu erlemeyer sama dengan tekanan udara luar. Pada kondisi keseimbangan
ini., labu Erlenmeyer hanya berisi uap cairab dengan tekanan sama dengan tekanan
atmosfir. Erlenmeyer diangkat dari penangas air didinginkan lalu lalu ditimbang
sehingga massa gas yang terdapat didalamnya dapat diketahui . kemudian dengan
menggunakan (4) berat senyawa dapat ditentukan (Team Laboratorium Teknik Kimia,
2016).
2.10 Faktor Koreksi
Nilai
berat moelkul (BM) hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi
juga terkadang terdapat kesalahan. Ketika labu erlenmeyer kosong ditimbang,
labu ini penuh dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan dalam desikator,
tidak semua uap cairan ke bentuk cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah
udara yang masuk kembali kedalam labu erlenmeyer. Jadi massa labu erlenmeyer
dalam keadaan ini lebih kecil daripada massa labu erlenmeyer dalam keadaan
semua uap cairan kembali ke bentuk cairnya. Oleh karena itu, massa cairan yang
sebenarnya harus ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali
ke dalam labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa
udara tersebut diatas dapat dihitung dengan mengasumsikan bahwa tekanan parsial
udara yang tidak dapat masuk sama dengan tekanan uap cairan pada suhu kamar,
dengan faktor koreksi :
Log
P = ……………………………………...………(2.4)
Dimana, P adalah tekanan uap (mmHg) dan
t adalah suhu (ºC). Jadi, dengan menggunakan rumus diatas, tekanan uap pada
berbagai suhu dapat diketahui. Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu
kamar, bersama-sama dengan data mengenai volume labu erlenmeyer dan berat
molekul udara (28,8 gram/mol) dapat dihitung faktor koreksi yang harus
ditambahkan pada massa cairan. Dengan menggunakan faktor koreksi dapat
diperoleh nilai berat molekul (BM) yang lebih tepat (Bird, 1987).
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Peralatan yang
digunakan:
1.
Erlenmeyer
200 ml
2.
Beker
glass 600 ml
3.
Aluminium
foil
4.
Karet
gelang
5.
Jarum
6.
Neraca
Analitik
7.
Desikator
8.
Termometer
9.
Pipet volume
10.
Bola penghisap
11.
Hot plate
3.1.2 Bahan
Bahan
yang digunakan :
1.
CHCl3
2. Air
3.2. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Erlenmeyer
ditimbang dengan ditutup oleh aluminium foil yang diikat dengan karet gelang
2.
Erlenmeyer
tersebut diangkat, dibuka, lalu dimasukkan 5 ml cairan volatile dan ditutup
kembali sehingga kedap gas, alat tersebut ditimbang kembali, lalu buat lubang
aluminuim dengan jarum
3.
Erlenmeyer
tersebut dimasukkan ke dalam Beker Glass yang berisi air mendidih yang bersuhu 920C
sampai semua cairan menguap
4.
Apabila
semua cairan sudah menguap, angkat erlenmeyer dan keringkan bagian luarnya,
lalu didinginkan didalam desikator
5.
Erlenmeyer
tersebut ditimbang kembali bersama tutupnya
6.
Erlenmeyer
yang sudah ditimbang , erlenmyer tersebut ditimbang dengan sebelumnya
dimasukkan air hingga penuh
7.
Suhu
air yang terdapat dalam erlenmeyer
tersebut diukur
8.
Tekanan
atmosfer diukur dengan menggunakan barometer
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No
|
Cara kerja
|
Hasil
|
1.
|
Massa Erlenmeyer
|
102,81 gr
|
2.
|
Massa Erlenmeyer + Aluminium +
karet gelang
|
103,61 gr
|
3.
|
Massa erlenmeyer + Aluminum + karet
gelang + kloroform 5 ml
|
110,54 gr
|
4.
|
Massa erlenmeyer + aluminium + karet
gelang + kloroform sesudah didesikator
|
103,885 gr
|
5.
|
Massa Erlenmeyer + air
|
369,15 gr
|
6.
|
Volume air
|
0,267651 Liter
|
7.
|
Suhu air
yang terdapat dalam labu
Erlenmeyer
|
300C
|
8.
|
Suhu penangas air
|
920C
|
9.
|
Tekanan dalam tabung
|
1 atm
|
10.
|
BM teoritis
|
119,38
|
11.
|
BM hasil perhitungan
|
120,358
|
4.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan
dengan menggunakan senyawa volatil, yaitu kloroform (CHCl3). Dalam
hal ini, massa molekul kloroform dicari berdasarkan pengukuran massa jenis
melalui proses penguapan dan pengembunan. Terlebih dahulu dilakukan penimbangan
pada erlenmeyer kosong yang bersih dan kering. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui bobot erlenmeyer kosong sebesar 102,81 gram. Kemudian, erlenmeyer
tersebut ditutup dengan alumunium foil dan diikat dengan karet gelang kemudian
ditimbang kembali sehingga diperoleh beratnya
sebesar 103,61 gram. Setelah itu kedalam
erlenmeyer tersebut dimasukkan 5 ml kloroform, ditutup dengan alumunium foil
dan diikat dengan karet gelang, kemudian alumunium foil dilubangi sebanyak 1
lubang dengan jarum agar uap dapat keluar saat pemanasan di atas penangas air.
Selanjutnya semua
cairan kloroform menguap, suhu penangas air dicatat dan erlenmeyer diangkat.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu tepat cairan tersebut habis menguap dan
diperoleh suhu penangas air sebesar 92C. Setelah itu
pendinginan dilakukan dengan memasukkan erlenmeyer tersebut ke dalam desikator.
Desikator adalah sebuah bejana dari kaca yang digunakan untuk mempercepat
proses pengeringan, dengan terjadinya proses pendinginan, maka dengan
sendirinya uap yang ada dalam erlenmeyer tadi akan mengembun kembali.
Erlenmeyer dengan uap tersebut kembali ditimbang dan diperoleh beratnya sebesar
110,54 gram.
Volume erlenmeyer
ditentukan menggunakan massa jenis air dengan menentukan volume air. Untuk
menentukan volume air, erlenmeyer diisi dengan air sampai penuh kemudian
ditimbang dan diperoleh beratnya sebesar 369,15 gram. Air berfungsi sebagai
pembanding karena bobot jenisnya telah diketahui yaitu 0,9951 gr/cm3
pada suhu 32C.
Dengan membagi bobot air dengan massa jenis, maka diperoleh volume
air 0,267651 L. Dengan menggunakan persamaan gas ideal, diperoleh berat molekul
kloroform 120,358 gr/mol. Dalam teori, berat molekul kloroform adalah 119,38
gr/mol. Diperoleh % error yang sebesar 0,819 %.
Terjadi perbedaan
berat molekul kloroform antara hasil perhitungan dari data percobaan dengan
data teoritis. Hal ini disebabkan beberapa faktor, yang pertama tekanan, ketika
melubangi alumunium foil pada saat pemanasan adalah untuk mencapai
kesetimbangan yaitu tekanan uap cairan dalam erlenmeyer sama dengan tekanan uap
udara luar (1 atm). Tetapi pada saat pemanasan kemungkinan belum mencapai
kesetimbangan, sehingga tekanan uap cairan dalam erlenmeyer tidak sama dengan
tekanan udara luar sehingga pada perhitungan diperoleh hasil yang tidak akurat.
Yang kedua adalah massa kloroform yang diperoleh pada saat penimbangan setelah
di desikator, adanya uap cairan
kloroform yang menguap pada saat pemanasan yang tidak bisa dikembalikan
seluruhnya pada proses pendinginan dan pengembunan di dalam desikator. Karena
pada percobaan ini massa klorofom setelah di desikator sangat berpengaruh
terhadap berat molekul yang diperoleh, sehingga semakin besar massa kloroform
maka akan semakin besar pula nilai berat molekul kloroform yang diperoleh. Yang
ketiga adalah volume air, pada saat menimbang erlenmeyer yang berisi air
kemungkinan air yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer tidak benar-benar penuh dan
hasil penimbangan menjadi tidak akurat sehingga mempengaruhi hasil pada saat
perhitungan volume air menggunakan persamaan massa jenis dan mempengaruhi hasil
perhitungan berat molekul.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan
pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai
BM yang didapat pada hasil percobaan
120,358 gr/mol
2. Nilai
massa air yang didapat 266 ,34 gr dan nilai massa kloroform 1,075 gr
3. Hasil
error yang didapat adalah 0,819 %
4. Penentuan
berat molekul senyawa volatil dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan gas
ideal.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam
melakukan percobaan ini diperhatikan alat dan bahan yang akan digunakan.
Sebaiknya kita mengecek terlebih dahulu timbangan yang akan digunakan agar
mendapat nilai massa yang sesuai sehingga dapat mengurangi persen error yang
didapat pada percobaan ini.
DAFTAR
PUSTAKA
E, David Goldberg. 2002. Kimia untuk
pemula. Jakarta : Erlangga.
E, James Brady. 1999. Kimia
Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Respati. 1992. Dasar-dasar Ilmu Kimia Untuk Universitas.
Yoyakarta; Rineka Cipta
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika.Yogykarta
: Rineka Cipta.
Team Laboratorium
Teknik Kimia. 2016. Penuntun Praktikum
Kimia Fisika. Universitas Malikussaleh
0 Response to "Praktikum Kimia Fisika " Penentuan Berat Molekul Suatu Senyawa ""
Post a Comment