-->

Teknologi Semen

BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, penanganan material (material handling) di dunia industry menjadi bagian yang sangat penting  didalam rangkaian proses produksi. Tak terkecuali di industri semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. transportasi untuk bahan baku semen seperti batu kapur (limestone), tanah liat (clay), pasir besi (laterite), pasir silica (silica sand) juga memanfaatkan teknologi tersebut, seperti ban berjalan (belt conveyor) dan tidak menggunakan trasportasi darat lagi seperti mobil truck yang dalam pengoprasiannya kurang efisien dan banyak memakan biaya oprasional. Dari semua system operasi di PT. Indocement Tunggal Pakarsa, Tbk menggunakan sistem otomatisasi pada saat proses produksinya. Dari proses awal penambangan hingga proses penggilingan akhirnya, semua itu diatur oleh satu pusat control yang dinamakan Central Control Room (CCR). Di dalam CCR selama proses produksi berlangsung semuanya dapat dipantau dari computer yang ada di CCR, hingga api yang ada didalam tanur
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Kiln juga dapat dilihat dengan jelas menggunakan kamera yang ditempel pada pintu masuk kiln. Pada proses pembakaran di tanur kiln menggunakan bahan bakar batubara sebagai bahan bakar utamanya sedangkan bahan bakar pemantik awal setelah shut down menggunkana bahan bakar Industri Diesel Oil (IDO) karena memiliki nyala api yang tinggi dibandingkan dengan batu bara. Dalam proses kerjanya, kiln melakukan pembakaran dengan proses pembakaran dalam. Pada saat proses produksi berlangsung panas didalm kiln dapat mencapai 14000C -15000C .
Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan suatu oksidan, disertai dengan produksi panas yang kadang disertai cahaya dalam bentuk pendar atau api.Dalam suatu reaksi pembakaran lengkap, suatu senyawa bereaksi dengan zat pengoksidasi, dan produknya adalah senyawa dari tiap elemen dalam bahan bakar dengan zat pengoksidasi. Contoh:
CH4 + 2O2 → CO2 + 2 H2O + panas
CH2S + 6F2 → CF4 + 2HF + SF6 + panas
Contoh yang lebih sederhana dapat diamati pada pembakaran hidrogen dan oksigen, yang merupakan reaksi umum yang digunakan dalam mesin roket, yang hanya menghasilkan uap air.
            2H2 + O2 → 2H2O + panas
Pada mayoritas penggunaan pembakaran sehari-hari, oksidan oksigen (O2) diperoleh dari udara ambien dan gas resultan (gas cerobong, flue gas) dari pembakaran akan mengandung nitrogen:
CH4 + 2O2 +7,52N2 → CO2 + 2 H2O +7,52 N2 + panas
Seperti dapat dilihat, jika udara adalah sumber oksigen, nitrogen meliputi bagian yang sangat besar dari gas cerobong yang dihasilkan. Dalam kenyataannya, proses pembakaran tidak pernah sempurna. Dalam gas cerobong dari pembakaran karbon (seperti dalam pembakaran batubara) atau senyawa karbon (seperti dalam pembakaran hidrokarbon, kayu, dll) akan ditemukan baik karbon yang tak terbakar maupun senyawa karbon (CO dan lainnya). Jika udara digunakan sebagai oksidan, beberapa nitrogen akan teroksidasi menjadi berbagai jenis nitrogen oksida (NOx) yang kebanyakan berbahaya.

















UNIT KILN
Pada unit Kiln, proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1.    Proses Pemanasan Awal (Preheater)
2.    Proses Pembakaran (Kiln)
3.    Proses Pendinginan (Cooling)
Ketiga tahap proses tersebut merupakan unit terpenting dalam proses pembuatan semen, karena pada unit ini akan terjadi reaksi senyawa-senyawa pembentuk clinker.
Proses Pemanasan Awal (Preheater)
Preheater berguna untuk pemanasan awal raw meal sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih mudah. Preheater adalah tempat terjadinya pertukaran panas antara material dengan gas panas pada kiln. Dari perjalanan material dari atas ke bawah melalui susunan preheater, material menyerap panas dari gas datangnya dari bawah yaitu dari kiln (process counter current), karena menyerap panas maka sebagian material akan terurai dan menguap, diantaranya akan melepaskan H2O dan CO2.
            Material yang berasal dari storage silo diumpankan ke kiln feed hopper, setelah melalui weight feeder dengan bantuan air lift dan screw conveyor, material masuk ke suspension preheater. Preheater terdiri dari 4 stage preheater yang diataur secara vertical. Pada stage I terdapat dua pasang preheater I, sedangkan pada stage ke II dan III terdapat masing-masing sepasang preheater II, sepasang preheater III dan sepasang preheater IV serta sebuah dual decarbonation furnace (DDF). Pada setiap stage dipasang preheater ganda agar pengaturan jumlah material yang masuk ke preheater lebih mudah dan pemisahan material pada setiap stage lebih baik.
            Material yang berupa raw meal bersama gas panas masuk ke preheater I akibat gaya dorong dari udara panas dan gaya berat material yang masuk melalui bagian samping preheater maka material akan membentuk spiral (pusingan), dan terjadi pemisahan antara gas panas dan material. Gas panas yang keluar dari preheater I bertemperatur sekitar 300 - 400°C, sebagian dialirkan ke raw mill, coal mill dan sebagian lagi dialirkan ke cooling tower.
            Selanjutnya material yang keluar dari preheater I langsung masuk ke gas duct preheater III pada temperatur sekitar 720°C - 780°C dan dialirkan ke preheater II. Dari preheater II material masuk gas duct cyclone IV bersama dengan gas panas yang bertemperatur sekitar 800°C - 875°C menuju preheater III, gas panas yang keluar melalui gas duct preheater III terus menuju ke preheater II kemudian ke Preheater I sedangkan material yang melalui bagian cyclone III masuk ke dual decarbonation furnace pada temperatur sekitar 950°C - 1000°C.
            Pada preheater I yang bertemperatur sekitar 300 - 400°C terjadi pelepasan air sampai mencapai kadar air di dalam material berjumlah 0,3%. Pada cyclone II yang bertemperatur 600-630°C terjadi kalsinasi sekitar 15%. Pada cyclone III yang bertemperatur 780-805°C terjadi kalsinasi sekitar 24-25%, dan pada cyclone IV yang bertemperatur 865-880°C terjadi kalsinasi 87-88%, sedangkan kalsinasi sempurna akan 100% akan terjadi di dalam rotary kiln. Kalsinasi merupakan reaksi pelepasan CO2 dari bahan baku melalui reaksi:
            CaCO3                                               CaO + CO2    . . . . . . . . . . . . . . . .  (3.1)
            MgCO3                                   MgO + CO2    . . . . . . . . . . . . . . . .  (3.2)
            K2CO3                                      K2O   + CO2  . . . . . . . . . . . . . . . .  (3.3)
            Na2CO3                                  Na2O + CO2   . . . . . . . . . . . . . . . .  (3.4)

            Rotari Kiln (Proses Pembakaran)
            Fungsinya untuk proses kalsinasi dan sinterisasi tepung baku menjadi Clinker.Material yang telah mengalami kalsinasi sebesar 80-90% masuk ke dalam rotary kiln secara perlahan-lahan untuk untuk dilakukan pembakaran sehingga menyempurnakan reaksi kalsinasi dan pembentukan clinker. Pembakaran material di dalam rotary kiln sampai mencapai temperatur 1450°C. Rotary kiln merupakan silinder bundar dengan diameter 4,4 m dengan panjang 68 m. diletakkan pada bidang horizontal dengan kemiringan 5 ° dan kecepatan putaran maksimum 3 rpm. Rotary kiln dilapisi dengan batu tahan api (fire brick) yang ketebalannya 0,2 m dan berfungsi untuk menjaga ketahanan film shell dan mengurangi kehilangan panas selama terjadinya pembakaran. Batu tahan api ini terdiri dari berbagai jenis yang letaknya tergantung pada temperatur, kondisi kimia, dan sifat – sifat fisik bahan yang melalui dinding bagian dalam kiln.
Proses pembakaran pada rotary kiln
            Secara garis besar, proses pembakaran di dalam kiln terdiri dari tiga daerah zona, yaitu:
1.    Daerah kalsinasi (calsinacing zone 820 - 900°C)
Kalsinasi akan sempurna di dalam kiln dengan naiknya suhu sehingga dapat menguraikan CO2.
2.    Daerah pembentukan clinker (Sintering Zone 900 - 1400°C)
Pada daerah ini terjadi pembentukan senyawa- senyawa: C2S, C3S, C4AF dan C3A.
3.    Daerah pendinginan (cooling zone 1400-110°C)
4.    Daerah pendinginan terletak di ujung keluar material kiln. Di daerah ini material mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari cooler yang masuk ke kiln.
Proses Pendinginan (Unit Cooler)
            Setelah mengalami pembakaran di dalam rotary kiln. Material berbentuk lahar panas didinginkan secara mendadak. Pendinginan dilakukan di dalam cooler sampai temperaturnya sampai 80°C dan membentuk bulatan-bulatan keras, pendinginan di dalam cooler dilakukan dengan menghembuskan udara pendigin oleh 10 buah fan.
            Udara pendinginan clinker dipisahkan dalam tiga bagian yaitu:
1.    Ke kiln untuk pembakaran bahan bakar yang disebut secondary air duct
2.    Diailrkan melalui tertier duct menuju preheater
3.    Dibuang ke atsmosfer melalui cerobong asap (chimney), setelah disaring dengan bag filter dengan kapasitas yang besar.
Tujuan dilakukan pendinginan adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan pada perlatan angkut akibat tingginya temperatur. Setelah mengalami pendinginan, clinker yang berukuran besar dihancurkan dengan menggunakan breaker (hammer chrusher). Clinker yang telah hancur diangkut dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator di masukkan ke clinker silo yang berkapasitas 30.000 ton.
Pada kondisi operasi tertentu rotary kiln yang tidak normal akan mengakibatkan clinker kurang sempurna dalam pembakaran sehingga menghasilkan clinker dalam kualitas rendah, dan ini harus dipisahkan dari clinker yang berkualitas baik. Clinker yang berkualitas baik ditempatkan dalam clinker silo, sedangkan clinker yang berkualitas rendah ditempatkan dalam low burn silo yang berkapasitas 2000 ton, cinker ini nantinya digunakan sebagai campuran dengan clinker yang berkualitas baik. Selanjutnya clinker diangkut dengan menggunakan belt conveyor ke unit pengggilingan cement mill.
Sisa udara hasil dari pendinginan clinker ada yang dimanfaatkan untuk pemanasan pada preheater dan sebagian lagi udaranya mengandung debu. Udara tersebut disaring dengan menggunakan bag filter dan udara bersih dilepaskan ke udara dengan menggunakan cerobong asap. Debu- ebu yang terperangkap di bag filter dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator dimasukkan ke dalam clinker silo.

Reaksi Pembakaran pada Rotari kiln
            Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln sebagai berikut:
1.    Kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3 atau pelepasan carbon dioxide (CO2) dari bahan baku yang terjadi pada temperatur 450 - 900°C
            CaCO                     CaO + CO2     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.5)

            MgCO3                      MgO + CO2     . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.6)

            K2CO3                       K2O + CO2      . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.7)

            Na2CO3                     Na2O + CO2    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.8)

2.    Pembentukan dicalsium silicate (C2S) yang terjadi pada temperatur 900-1400°C
2CaO +2 SiO2                            2CaO.SiO2. . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.9)
Reaksi berlangsung sampai SiO2 habis.

3.    Pembentukan tricalsium aluminat (C3A) dan tetracalsium aluminate ferrite (C4AF) yang terjadi pada temperatur 1100 - 1338°C.
·         Pembentukan C3A
3CaO  +  3Al2O3                           3CaO. Al2O3. . . . . . . . . . . . (3.10)

·         Pembentukan C4AF
4CaO  + Al2O3 + FeCO3              4CaO.Al2O3.Fe2O3 . …….. (3.11)

4.    Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadar calcium monoksida (CaO) bebas yang terjadi pada temperatur 1420 - 1450°C.
Reaksinya yaitu:
2CaO.SiO2 + CaO + SiO2                           3CaO.SiO2 ………… (3.12)

BAB II
Landasan Teori

JENIS-JENIS BAHAN BAKAR
A.    Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan bakar cair diberikan dibawah ini.

a.      Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.

b.      Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volume yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1. Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam tabel dibawah:

c.       Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu – viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.

d.      Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.

e.       Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.

f.         Panas Jenis
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 10C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.

g.      Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto. Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:

h.      Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2-4 %. Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
      Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer.

i.        Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.

j.        Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.

k.      Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak terlihat pada tabel dibawah.

l.        Penyimpanan Bahan Bakar Minyak
Akan sangat berbahaya bila menyimpan minyak bakar dalam tong. Cara yang lebih baik adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas maupun dibawah tanah. Minyak bakar yang dikirim umumnya masih mengandung debu, air dan bahan pencemar lainnya. Ukuran tangki penyimpan minyak bakar sangatlah penting.
Perkiraan ukuran penyimpan yang direkomendasikan sedikitnya untuk 10 hari konsumsi normal. Tangki penyimpan bahan bakar untuk industri pada umumnya digunakan tangki mild steel tegak yang  diletakkan diatas tanah. Untuk alasan keamanan dan lingkungan, perlu dibuat dinding disekitar tangki penyimpan untuk menahan aliran bahan bakar jika terjadi kebocoran.
Pengendapan sejumlah padatan dan lumpur akan terjadi pada tangki dari waktu ke waktu, tangki harus dibersihkan secara berkala: setiap tahun untuk bahan bakar berat dan setiap dua tahun untuk bahan bakar ringan. Pada saat bahan bakar dialirkan dari kapal tanker ke tangki penyimpan, harus dijaga dari terjadinya kebocoran-kebocoran pada sambungan, flens dan pipa-pipa. Bahan bakar minyak harus bebas dari pencemar seperti debu, lumpur dan air sebelum diumpankan ke sistim pembakaran
Suspension Preheater
Picture1
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln.  Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.
Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses kalsinasi lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater dengan kalsiner. Pada suspension preheater dengan kalsiner ini derajat kalsinasi raw mix (artinya prosentase bahan baku yang telah mengalami proses kalsinasi) pada saat masuk ke kiln dapat mencapai 90 – 95 %. Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner,  menurut hasil penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40%. Sebagai konsekuensi dari pemakaian kedua jenis preheater  ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda, demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln  ke kalsiner sehingga proses kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi, klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek
.Untitledam
Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker (klinkerisasi dan sintering) dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada zona pembakaran (burning zone) di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln. Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
  1. Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% – 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner.  Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
  2. Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 – 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
  3. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
  4. Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
  5. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
  6. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki beberapa hal yang kurang meguntungkan,  di antaranya adalah:
  1. Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki lima tingkat siklon.
  2. Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu grate cooler.
  3. Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat energi.
  4. Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan menambah kompleksnya konstruksi peralatan.
Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln (SP, kiln dan cooler) menjadi dua kelompok besar yaitu :
  1. Sistem kiln tanpa udara tertier
  2. Sistem kiln dengan udara tertier
Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku, proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci, berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya.
a. Ukuran Partikel dan Separasi
Ukuran partikel bahan baku berkaitan erat dengan luas permukaan partikel bahan baku dan massa masing-masing partikel bahan baku. Luas permukaan partikel bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam proses perpindahan panas dari gas ke bahan baku. Sedangkan massa per partikel bahan baku sangat menentukan proses pemisahan partikel dari gas pemanasnya di dalam siklon. Raw mix yang permukaannya luas, dalam keadaan tersuspensi, laju proses perpindahan panas yang terjadi menjadi lebih tinggi dibanding yang permukaannya lebih kecil. Sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih besar akan lebih mudah dipisahkan di dalam siklon selain masih tergantung pula pada densitas (specific gravity) dari partikel. Pada umumnya untuk partikel dengan ukuran yang sama akan lebih mudah dipisahkan di dalam siklon bila memiliki densitas yang lebih tinggi. Dalam sistem kering distribusi partikel rawmix umumnya dibuat sedemikian rupa agar residu di atas 90 mikron antara 12 – 15% dan di atas 200 mikron tidak lebih dari 2 – 3%.
b. Proses Separasi di dalam Siklon
Proses separasi bahan baku dari aliran tersuspensi di dalam gas panas terjadi sebagai akibat adanya gaya sentrifugal yang dialami oleh bahan baku sehingga partikel bahan baku akan cenderung terlempar ke dinding siklon. Proses separasi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, densitas partikel, kecepatan aliran dan bentuk serta demensi siklon.


c. Perpindahan Panas di Siklon Preheater
Untitledmmm 
Perpindahan panas antara gas dengan partikel bahan baku terjadi pada masing-masing saluran gas (gas duct) dan siklon di suspension preheater (SP). Pada saat perpindahan panas ini terjadi di dalam duct, aliran gas dengan aliran bahan baku mempunyai arah yang sama berlangsung secara paralel karena partikel terbawa oleh aliran gas. Tetapi jika dilihat sistem secara keseluruhan maka pada sistem SP terjadi perpindahan panas secara berlawanan (counter-current) karena arah aliran gas ke atas sedang arah aliran bahan baku ke bawah. Perpindahan panas antara gas dan material terjadi pada kondisi material yang tersuspensi. Sebagian besar perpindahan panas terjadi di gas duct, menurut literatur yaitu sekitar 80 % sedang sisanya terjadi di siklon. Namun demikian proses ini masih tergantung pada ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, perpindahan panas akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat, sehingga tidak menutup kemungkinan seluruh proses perpindahan panas partikel berukuran kecil terjadi di dalam duct.
Waktu tinggal partikel raw mix pada preheater 4-stage dengan ketinggian kurang lebih 50 m, dari tempat feeding sampai dengan inlet kiln, kurang lebih antara 12 – 20 detik. Selama perioda ini raw mix dipanaskan dari 50oC sampai dengan 800oC atau lebih, sementara gas panas turun dari sekitar 1100 oC menjadi sekitar 330 oC. Laju gas dan material pada gas duct sekitar 20 – 22 m/detik. Waktu yang dibutuhkan untuk separasi di siklon harus diseimbangkan dan disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan material pada pipa raw mix sehingga penyumbatan material yang mengganggu kelancaran aliran bahan baku dapat dihindari.
Rotary Kiln
Rotary Kiln
Disini terjadi proses kalsinasi lanjutan. Suhunya mencapai sekitar 1400oC. Suhu sebesar ini diperoleh dari pembakaran bahan bakkar, biasanya digunakan batu bara, IDO (Industrial Diesel Fuel Oil) , Natural Gas, Petroleom Coke, dan lain sebagainya. Pada suhu sebesar ini, Di kiln terjadi reaksi-reaksi logam sehingga dihasilkan mineral-mineral baru yaitu :
a.    C3S (3 CaO.SiO2)
b.    C2S (2CaO.SiO2)
c.    C3A (3CaO.Al2O3)
d.    C4AF (4CaO.Al2O3.Fe2O3)
Mineral-mineral diatas yang kemudian membentuk klinker (klinker/terak).Setelah melewati kiln,klinker ini masuk kedalam cooler, sehingga suhunya mencapai 100oC yang bertujuan :
a.    Heat recuperation
b.    Keamanan (safety) dalam melakukan transportasi  dan storage
c.    Kualitas Klinker
Klinker merupakan eikal bakal semen. Sebelumnya material sudah dihasilkan di raw mill menjadi powder , setelah melewati kiln dan terjadi proses-proses kimia, maka mineral ini menjadi klinker.
Kualitas klinker dapat dikendalikan , yaitu semenjak proses pencampuran oleh bin silo sebelum dilakukan sebelum masuk ke raw mill. Indikator-indikator kualitasnya ialah dengan menghitung nilai LSF yaitu Lim Stone Factor, SM (Silica Modulus), AM (Aluminate Modulus). Nilai ini juga dapat memandu kita untuk membuat berbagai jenis atau tipe semen.
Rotary kiln secara luas digunakan dibidang bahan bangunan , metalurgi, industri kimia, perlindungan lingkungan , dan lain-lain dapat dibagi menjadi kiln semen, metalurgi kiln kimia, dan kiln kapur sesuai dengan bahan yang beredar diproses
Pada permasalahan ini, kami hanya membahas kiln semen.
            Rotary kiln merupakan peralatan paling uatama pada proses pembuatan semen. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat terjadinya kontak antara gas panas dan material umoan kiln sehingga terbentuk senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF. Kiln putar ini berbentuk silinder yang terbuat dari baja yang dipasang secara horisontal dengan kemiringan 4o, berdiameter 5,6 m ; panjang 84 m dan kecepatan putar 2,8 rpm. Kiln tanur mampu membakar umpan dengan kapasitas 7800 ton/jam hngga menjadi terak klinker. Pada dasarnya rotary kiln adalah sebuah silinder panjang berputar pada porosnya satu kali setiap satu atau dua menit. Sumbu ini cenderung sedikit miring ujung dengan pembakar yang lebih rendah. Rotasi menyebabkan umpan secara bertahap bergerak dimana umoan masuk pada keadaan dinginkan keluar pada kondisi panas.
            Rotary kiln diperkenalkan pad atahun 1890 dan meluas diawal abad ke -20 , yang dapat diproduksi secara kontinyu dan produk yang lebih seragam dalam jumlah besar. Alat ini dilengkapi dengan preheater sebagai pemanas awal dan prekalsiner. Gerakan anatara material dan gas panas hasil pembakaran batubara berlangsung secara counter current. Karena panas yang ditimbulkan batubara tinggi maka rotary kiln perlu dilapisi batu tahan api pada bagian dalamnya untuk mencegah agar baja tidak meleleh. Saat ini, semua industri penghasil klinker menggunakan rotary kiln karena rotary kiln merupakan satu satunya cara yang layak untuk mengatur proses dengan suhu tinggi dan material dengan beragam sifat .
            Rotary kiln harus memenuhi 3 jenis kebutuhan  :
1.    Pembakaran : sebagai combustion chamber untuk bahan bakar pada zona pembakaran
2.    Proses : Sebagai reaktor untuk proses pembakaran klinker
3.    Mekanikal : Stabilitas bentuk, fleksibilitas panas, dan kekuatan.





0 Response to "Teknologi Semen"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel