Korelasi Ilmu dan Cahaya
Korelasi Ilmu dan Cahaya
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Membahas
hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau
tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih
utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu
pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya
diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide
dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat
psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif
atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
B.
Tujuan
1.
Memahami
secara umum tentang kolerasi ilmu dan
cahaya dalam raangka menuntut ilmu
pengetahuan
2.
Menjelaskan
secara umum tentang kolarasi ilmu dan cahaya yang mencakup proses mendapatkan
ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ALAM
Ilmu
merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang
berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan
dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa
Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan
Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama.
Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan
beberapa pengertian :
“Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
dari
pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau
menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan
disebut Ilmu”.
Kedudukan
Ilmu Menurut Islam
ilmu
menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat
dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang
tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi
umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam Al
qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini
bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental
dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri
penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9(1995;;
39) sebagai berikut ;
‘’Salah satu ciri yang membedakan
Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al
quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan
kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat
tinggi’’
ALLah s.w.t
berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“ALLah meninggikan baeberapa derajat
(tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang
berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
ayat di atas
dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi
pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat
dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah ,sehingga akan tumbuh
rasakepada ALLah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal inisejalan dengan
fuirman ALLah:
“sesungguhnya yang takut kepada
allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat
faatir:28)
Disamping
ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, AL
qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seprti
tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan
katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam
hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu
,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya
membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan yaitu
surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:
“bacalah
dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah
menciptakan Kamu dari segummpal darah .
Bacalah,dan
tuhanmulah yang paling pemurah.
Yang
mengajar (manusia ) dengan perantara kala .
Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.
Ayat –ayat
trersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah
berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi
dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada ALLah
akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh ,
dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan
amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara
iman dan amal .
Di samping
ayat –ayat AL qur”an, banyak nyajuga hadisyang memberikan dorongan kuat
untukmenuntut Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u
Ashogir (Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :
“Carilah ilmu walai sampai ke negri
Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis
riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri
cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim .
sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela
atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist
tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana
menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal
batas wilayah,
Klarsfikasi
Ilmu menurut ulama islam.
Dengan
melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran
islam . AL qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati
kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul
permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim
dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja Hal ini mengemuka
mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan
tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan
pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun
prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech
Zarnuji dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis
bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
“Ketahuilah
bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegsls
ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu AL hal)
sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus
–bagus amal adalah menjaga perbuatan”.
Kewajiban
manusia adalah beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim
,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut
,seprti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya
menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat
pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak
menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di
dalam kitabnya.
Sementara
itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu
dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah,
kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu
a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui
ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu
a’in “ (1979 : 82)
“Ilmu fardu
kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan
urusan duniawi “ (1979 : 84)
Lebih jauh Al
Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama
dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu
yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu
kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik,
bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan
penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi
Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu
ke dalam dua kelompok yaitu :
1. Ilmu yang merupakan suatu yang alami
pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat tradisional
(naqli).
bila kita
lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi 1). Ilmu
aqliyah , dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam
penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
“Kelompok
pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang
bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra
kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi
demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan
penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai
dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional
(naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita
dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
dengan
demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup
ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan
berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu
yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al qur’an dan
sunnah Rasul.
Ulama lain
yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama
kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu
: 1). Al manqulat, 2). Al ma’qulat, dan 3). Al maksyufat. Adapun pengertiannya
sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul “Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu
Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai
berikut :
1). Al
manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada
tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2). Al
ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3). Al
maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa
keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif
Selain itu,
Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu : 1).
Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris,
konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan
yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya
kontak langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun
demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan
lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al
manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli
B.
MEMAHAMI CAHAYA DALAM AL-QUR’AN
Di era yang terdapat banyak
kegelapan, seperti dalam bentuk kekafiran, kejahatan, dan permusuhan, kita
sangat membutuhkan pengetahuan tentang cahaya (nur) yang difirmankan Allah dan
disabdakan RasulNya, hingga mengerti hakikat sesuatu dan perlawanannya, hingga
kita tahu apa hakikat cahaya itu, bagaimana mengikutinya dan apa yang
semestinya harus dilakukan untuk menuju cahaya tersebut. Dan pada akhirnya kita
keluar dari kegelapan menuju cahaya yang diridhoi Allah.
Makna nur dalam al-Quran difirmankan
Allah –subhanahu wa ta'ala- dalam banyak makna. Umpama ada seorang
peneliti menulis sebuah buku yang berisi hasil penelitian tentang nur dalam
al-Quran dan sunnah serta dampaknya bagi umat Islam, maka buku tersebut adalah
buku yang sangat besar dan tidak akan ada yang mampu menyamainya.
Nur dalam al-Quran ada lima macam;
nur Allah, nur al-Quran, Nur Muhammad, nur iman dan nur alam semesta. Nur
difirmankan Allah untuk dzatNya sendiri terdapat dalam surat An-Nur, ayat 35:
"Allah adalah cahaya bagi
langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang
tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan)
kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak
di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya
(saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu". (QS. An-Nur: 35)
Menurut Syaikh Ibnu Atha'illah
As-Sakandari dalam kitabnya yang terkenal "Al-Hikam", bahwa seluruh
alam semesta diliputi kegelapan. Hanya kehadiran Allah yang membuat alam
semesta menjadi terang. Alam semesta adalah penghalang untuk menyaksikan Allah
bagi mereka yang hanya sibuk dengan urusan dunia yang bersifat lahiriyah.
Nur
Al-Quran disebutkan Allah dalam banyak ayat, diantaranya adalah firman Allah:
"Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang
beruntung".
(QS. Al-A'raf: 157)
Al-Quran adalah cahaya di tinjau dari berbagai arah. Jika ditinjau dari asal mulanya, maka al-Quran berasal dari Allah yang maha mengetahui segala cahaya; wahyu yang suci.
Al-Quran adalah cahaya di tinjau dari berbagai arah. Jika ditinjau dari asal mulanya, maka al-Quran berasal dari Allah yang maha mengetahui segala cahaya; wahyu yang suci.
Karena itu, Allah memerintahkan manusia yang
ingin berada dalam pancaran cahaya ini, untuk membekali diri dengan cahaya yang
lain, yakni dengan wudlu', sebab wudlu adalah cahaya. Hingga ia mempunyai
kesesuaian dengan Al-Quran.
Ditinjau dari bahasa, al-Quran adalah cahaya, dimana al-Quran penuh dengan keindahan-keindahan bahasa dan keunggulan santra yang tidak tertandingi.
Dari segi keterjagaanya dari perubahan, al-Quran adalah cahaya. Mulai sejak diturunkan hingga saat ini, al-Quran tidak kurang dan tidak lebih sedikitpun. Bacaan Al-Quran diriwayatkan oleh banyak orang, hingga jauh dari kemungkinan perbedaan dan perubahan (mutawatir).
Dari segi makna, al-Quran adalah cahaya. Ia mengandung kaidah-kaidah umum yang mampu menerangi jalan dan mengatur akal. Diantara kaidah-kaidah itu ialah firman Allah:
Ditinjau dari bahasa, al-Quran adalah cahaya, dimana al-Quran penuh dengan keindahan-keindahan bahasa dan keunggulan santra yang tidak tertandingi.
Dari segi keterjagaanya dari perubahan, al-Quran adalah cahaya. Mulai sejak diturunkan hingga saat ini, al-Quran tidak kurang dan tidak lebih sedikitpun. Bacaan Al-Quran diriwayatkan oleh banyak orang, hingga jauh dari kemungkinan perbedaan dan perubahan (mutawatir).
Dari segi makna, al-Quran adalah cahaya. Ia mengandung kaidah-kaidah umum yang mampu menerangi jalan dan mengatur akal. Diantara kaidah-kaidah itu ialah firman Allah:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan".
(QS. Al-Hajj: 78)
Ayat ini adalah dasar dari kaidah fiqh "ad-dharar yuzalu/dampak negatif harus dihilangkan".
Ayat ini adalah dasar dari kaidah fiqh "ad-dharar yuzalu/dampak negatif harus dihilangkan".
Dari segi kandungannya al-Quran
merupakan cahaya. Ia memberi sifat lapar bagi manusia, menjelaskan pengobatan,
menceritakan kisah-kisah, menetapkan aqidah dan menjelaskan hukum. Semuanya
disebutkan sempurna oleh Allah, tanpa kelalaian sedikitpun.
Al-Quran juga akan menjadi cahaya di
hari kiamat, bagi orang-orang yang sering membacanya dan menjadi tangga baginya
menuju derajat tinggi di surga. Semoga Allah melapangkan dada kita dengan
cahaya Al-Quran, menjadikannya sebagai pendingin hati, cahaya hati, penerang
cita-cita dan penghilang kesusahan kita.
C. KOLERASI ILMU DAN CAHAYA
Pada ayat
al-Qur’an yang pembahasannya memerlukan pengetahuan astrofisika,
gabungan astronomi, fisika dan matematika,
yaitu Surat an-Nur atau yang berarti cahaya.
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus
(misykat), yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca
itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya
di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang
Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs
An-Nur : 35).
Esensi ayat ini adalah bahwa Tuhan adalah (satu-satunya) pemberi
cahaya di alam semesta tanpa sentuhan api. Namun menyangkut perumpamaan,
mufasir klasik menghadapi kesulitan untuk menjelaskan lebih rinci.
Dengan beberapa pengecualian mereka akan menjelaskan bahwa misykat ,
atau suatu lubang yang tidak dapat ditembus, adalah lubang di rumah-rumah untuk
tempat lampu obor, yang ada di dinding rumah. Sedangkan pohon (zaitun) yang
dimaksud adalah pohon (zaitun) yang tumbuh di bukit-bukit, sehingga sinar
matahari dapat menyinari, baik pada saat matahari terbit maupun matahari
terbenam.
Mufasir modern,
seperti Malik Ben Nabi, menjelaskan bahwa misykat adalah lampu bohlam:
Pohon yang
dimaksud adalah kawat wolfram yang berpijar karena efek listrik tanpa disentuh
api, dibungkus gelas kaca, untuk memantulkan seluruh sinarnya ke segala arah
sehingga dapat menerangi seluruh ruangan. Lampu bohlam adalah sekat yang tak
dapat ditembus, karena hampa udara, tidak ada oksigen di sana.
Tetapi, dalam studi yang lebih mendalam tentang cahaya di langit
oleh para astrofisikawan, misalnya Mohamed Asadi dalam
bukunya The Grand Unifying Theory of Everything, perumpamaan ayat
tersebut lebih mendekati kepada fenomena quasar dan gravitasi efek lensa yang
menghasilkan cahaya di atas cahaya. Quasar atau Quasi Stellar adalah objek di
langit yang ditemukan pertama kalinya pada tahun 1963. Mereka mewakili objek
yang paling terang di alam semesta, jauh lebih terang dari cahaya matahari atau
bintang. Para astronom menemukan bahwa objek “seperti bintang’ ini terletak
miliaran tahun cahaya dari bumi. Objek ini tentunya mempunyai energi yang
besarnya sangat luar biasa supaya tetap terlihat dari sini. Energi mereka
berasal dari “pusat lubang hitam yang sangat masif”. Karakter pertama dari ayat
ini yaitu misykat adalah “lubang hitam”, sedangkan karakter kedua yaitu “pelita
dalam kaca” adalah galaksi yang menghasilkan efek gravitasi lensa seperti
quasar (pelita) yang terbungkus oleh kaca (gelas). Coba simak keterangan quasar
oleh astronom NASA.
“Efek gravitasi pada galaksi, quasar yang jauh, serupa dengan efek
lensa sebuah gelas minum yang memantulkan sinar lampu jalan yang menciptakan
berbagai image (lapisan cahaya atas cahaya)”
Energi quasar yang berasal (dicatu) dari lubang hitam, terjadi
ketika “bintang-bintang dan gas” dari galaksi terhisap di dalamnya. Karakter
lainnya yang disebut “pohon” oleh al-Qur’an adalah sebutan yang tidak lazim
oleh para astronom yang menggambarkan galaksi sebagai “pohon-pohon” yang
terdiri dari bintang-bintang. Lihat saja istilah diagram Hertzprung�Russel, dalam buku Timothy Ferris, The Whole Shebang, 1997.
Barangkali, karakter lainnya yang menarik dari ayat di atas adalah
pernyataan “diterangi tanpa tersentuh oleh api”, suatu fenomena fusi nuklir
yang menghasilkan cahaya yang sangat terang, di mana di ruang angkasa nyaris
tidak ada oksigen untuk pembakaran. Bintang-bintang memulai hidupnya dengan
unsur kimia yang paling ringan, yakni hidrogen. Gas berkontraksi, karena
gravitasi, memanas; atom hidrogen bertumbukan dan membentuk helium, unsur yang
lebih berat, ketika mengeluarkan energinya. Energi inilah yang membuat objek
“bintang- bintang” bersinar tanpa “disentuh api’, energi ini juga yang
memelihara keseimbangan posisi bintang-bintang di alam semesta. Sepanjang
pengetahuan manusia yang ada sekarang, fenomena quasar inilah yang paling tepat
untuk menggambarkan ayat di atas. Terlebih lagi perumpamaan dalam ayat
tersebut: “seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara”. Bahkan aslinya
lebih terang dari sinar bintang, dan memang seperti “mutiara” bila kita lihat
dari foto-foto NASA yang ada, gemerlapan, sangat menawan.
Dengan
demikian, terjemahan bebas ayat 35 Surat an-Nur dari sisi sains adalah:
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang (hitam) yang tak tembus (misykat), yang di
dalamnya ada pelita besar (quasar). Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca (efek
gravitasi lensa dari galaksi) itu seakan- akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan pohon (galaksi yang dicatu oleh lubang hitam)
yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon (galaksi) yang tumbuh tidak di sebelah
timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (fusi
nuklir) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas
cahaya (efek gravitasi lensa), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang
Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam menjalankan kehidupan ini setiap manusia pasti
tidak terlepas dari ilmu dan juga didalam kehidupan sehari hari kita terdapat
pancaraan cahaya yg di sebabkan oleh kekuasaan allah swt. Sehingga membuat
kehidupan kita lebiih terang dan jauh dari kegelapan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
http://votreesprit.wordpress.com/2012/08/05/al-quran-sains-dan-alam-semesta/
0 Response to "Korelasi Ilmu dan Cahaya"
Post a Comment