Cairan
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Cairan
adalah salah satu dari empat fase benda yang volumenya tetap dalam kondisi suhu
dan tekanan tetap, dan, bentuknya ditentukan oleh wadah penampungnya. Cairan
juga melakukan tekanan kepada sisi wadahnya dan juga kepada benda yang terdapat
dalam cairan tersebut, tekanan ini juga disalurkan ke seluruh arah.
1.2
TUJUAN
Disusunnya makalah
ini dengan tujuan untuk mengetahui apa sebenarnya cairan tersebut, sifat serta
keadaan yang terkait, penetapan-penetapan yang berlaku serta perhitungan pada
subbab cairan yang terkait dengan pembelajaran kimia fisika di universitas.
1.3 RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian cairan?
2. Bagaimana
sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh cairan maupun fase zat cair itu?
3. Bagaimana
keadaan kritis dari cairan dan ketetapan-ketetapan yang dipakai serta hubungan
tekanan, volume serta suhu cairan dengan fase zat lainnya?
4. Apa
maksud dari tegangan muka pada cairan serta bagaimana proses terjadinya dan
pengukurannya pada cairan tersebut?
5. Apa pengertian dari viskositas cairan serta
bagaimana penetapan dari viskositas cairan tersebut?
1
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
CAIRAN
Pada
keadaan gas, atom atau molekul terletak saling berjauhan. Pada keadaan padat,
atom, ion, atau molekul terletak sangat berdekatan dan saling bersinggungan
satu sama lain. Pada cairan, walaupun atom atau molekul sangat berdekatan, tapi
tidak saling bersinggungan. Hal diatas menyebabkan cairan dapat mengalir.
Kemampuan untuk mengalir atau fluiditas adalah suatu sifat yang membedakan
cairan dengan padatan. Cairan mempunyai struktur dengan susunan yang berada di
antara susunan yang sangat teratur seperti pada kristal dengan susunan acak
seperti pada keadaan gas. Karena strukturnya yang berada di antara keadaan
ekstrem di atas, ditinjau dari segi molekul, keadaan cair sukar dipahami.
Cairan
mepunyai volume tetap dan hanya sedikit dipengaruhi oleh tekanan. Rapat dan
viskositasnya lebih bsar daripada gas. Dua zat cair dapat bercampur sempurna,
bercampur sebagian, atau tidak bercampur.
Dari
teori kinetik dapat dianggap, bahwa cairan adalah kelanjutan dari fase gas,
molekul-molekulnya mempunyai gaya tarik yang kuat, hingga dapat menahan volume
yang tetap. Namun demikian molekul-molekulnya masih dapat bergerak bebas, hanya
gerakannya terbatas, tidak seperti dalam fase gas. Gaya yang bekerja antara
molekul-molekul cairan berupa gaya Van Der Waals atau gaya listrik akibat
adanya dipole. Gaya ini menyebabkan adanya asosiasi molekul. Tidak seperti pada
gas, pengetahuan tentang cairan belum lengkap.
2.2 STRUKTUR
DAN SIFAT CAIRAN
Cairan
memiliki sifat degree of structure
tidak sebesar keadaan kristal, tetapi jelas lebih daripada gas. Bahwa cairan
mempunya struktur, dapat dibuktikan dengan mengukur fungsi distribusi radial (FDR). Untuk memahami apa itu FDR,
perhatikanlah uraian berikut: bayangkan suatu molekul A dalam cairan yang
dikelilingi suatu selubung berbentuk bola dengan jari-jari r, pusat bola terletak pada pusat
molekul A tersebut. Selubung bole tersebut mempunyai ketebalan sebesar dr.
Volume kulit selubung bola adalah:
2
4/3
π (r + dr)3 – 4/3 πr3
Bila besaran yang mengandung (dr)2
dan (dr)3 diabaikan karena sangat kecil, maka volume kulit selubung
adalah:
4
π r2dr
Apabila
partikel dianggap tersebar secara acak, jumlah partikel (molekul cairan) yang
terdapat pada selubung tipis ini adalah:
(N/V)
4 πr2dr N =
jumlah partikel dalam sistem cairan
V = volume
sistem cairan
Pada
kenyataanya, molekul cairan tidak tersebar secara acak karena cairan memiliki
struktur. Jadi, sebenarnya jumlah molekul yang terdapat pada selubung adalah:
(N/V)
4 πr2drg(r)
g(r)
= susunan partikel sebenarnya / susunan partikel acak
Bila
misalnya cairan tidak memiliki struktur,
maka FDR ataau fungsi distribusi radial g(r) akan sama dengan
satu. Dengan kataa lain, rata-rata susunan partikel sebenarnya sama dengan
susunan partikel acak. Tetapi pada kenyataanya, cairan memiliki struktur,
sehingga nilai g(r) tidak sama dengan satu.
Bagaimana
cara mengukur fungsi distribusi radial? Yakni dengan menggunakan difraksi sinar
X. FDR juga dapat diukur dengan metoda difraksi neutron. Metoda ini terutama
sangat berguna untuk molekul-molekul yang mempunyai berat molekul kecil. Pada
molekul-molekul demikian, berkas neutron akan didifraksikan oleh inti atom
molekul-molekul tersebut.
Metoda
difraksi sinar X untuk cairan sama saja dengan metoda yang digunakan untuk
padatan. Tetapi, pola yang diperoleh agak berbeda. Berbeda dengan hasil
difraksi sinar X padatan yang berbentuk susunan spot yang tertur, pada hasil
difraksi sinar X cairan, pola spo yang diperoleh lebih menyebar. Tetapi adanya
maksimum dan minimum pada pola yang terekam menunjukkan bahwa cairan memang
mempunyai struktur.
3
2.3 KEADAAN
KRITIS CAIRAN
Bila
air diletakkan dalam bejana tertutup, air mempunyai tekanan uap tertentu.
Tekanan uap ini tergantung temperatur, misalnya:
P25˚C = 23,76 mmHg
P100˚C = 760 mmHg
Kalau temperatur
dianaikkan terus, tekanan uap juga bertambah, tetapi selalu ada kesetimbang
antara: air ↔ uap
Pada
temperatur 374,4˚C, batas antar air dan uap hilang. Air dalam keadaan ini
disebut pada titik kritis. Zat cair yang lain bila dipanaskan padaa bejana
tertutup, akan menjalani peristiwa sama. Temperatur pada titik kritis disebut
temperatur kritis, tekanannya disebut tekanan kritis, dan volume molarnya
disebut volume kritis.
Untuk air: t0 =
374,40C
P0 = 219,5 atm
V0 = 58,7 cc/mol
2.3.1 HUBUNGAN
TEKANAN, VOLUME DAN SUHU CAIRAN DAN GAS
Hubungan
P-V-T untuk cairan, pertama kali ditemukan oleh Andrews untuk karbon dioksida
yakni dengan mengukur variasi volume CO2 dengan tekanan pada
temperatur tetap dan didapatkan bahwa CO2
mempunyai temperatur kritis 30,980C dan tekanan kritis 73 atm.
Pada 48,10C gas CO2 tidak mungkin dicairkan, namun pada
30,980C dan tekanan 73 atm, mulai terdapat CO2 cair da
titik ini merupakan titik kritisnya.
Pada
teperatur di bawah 30,980C, misalnya 21,50C bila CO2
ditekan akan mencair. Selam pencairan ini tetap, selama ini ada kesetimbangan:
CO2(l)
↔ CO2(g)
Setelah
semua CO2 mencair, penambahan tekanan hanya menambah tekanan dari CO2
dan grafik naik dengan tegak. Klor mempunyai temperatur kritis 1440C,
hingga mudah dicairkan, sebaliknya helium mempunyai temperatur kritis -2680C
hingga sukar sekali dicairkan, sebab gas tidak mungkin mencair diatas
temperatur kritis.
4
2.3.2 PRINSIP KONTINUITAS KEADAAN
Menurut
prinsip ini, fase cairr merupakan kelanjutan dari fase gas, dimana dapat
dilihat pada perubahan P-V-T untuk CO2. Atas dasar prinsip ini,
persamaan keadaan untuk gas berlaku pula untuk keadaan kritis atau bahkan
keadaan cair.
2.3.3 PERSAMAAN VAN DER WAALS UNTUK ISOTERMAL CO2
Persaam
van der waals: (P + n2a
/ V2) (V – nb) = Nrt
Bila n=1 (P + a / V2)
(V – b) = RT
Menurut
prinsip diatas, persamaan tersebut dikenakan pada temperatur diatas, pada, dan
dibawah temperatur kritis.
5
2.3.4 PENETAPAN
TETAPAN VAN DER WAALS
Bila
persamaan van der waals berlaku pada temperatur kritis, maka tetapan van der
waals a dan b dapat dihitung dari tetapan pada temperatur kritis.
(P
+ a / V2) (V – b) = RT
PV3
– V2 (RT + Pb) + Av – AB = 0
V3
– (RT + Pb) / P) V2 + (a / P)V – ab / P = 0
Persamaan
ini akan menghasilkan 3 harga V untuk tiap harga P dan T. Pada 250C,
harga V ialah b,c, dan d. Pada 500C harga V yang nyata satu, sedang
pada temperatur kritis ketig harga tersebut sama, yaitu sama dengan Vc.
V
= Vc
V
– Vc = 0
Hingga: (V
– Vc)3 = 0
V3
– (3V0)V2 + (3V02)V – Vc3
= 0
Persamaan
ini identik dengan persamaan diatas, hingga:
3Vc
= RTc - bPc / Pc
3Vc2
= a / Pc → a = 3Vc2 . Pc
Vc3
= ab / Pc → b = Vc3 . Pc
/ a
= Vc3 . Pc X
1 / 3V2c Pc
b
= Vc / 3
Harga
Vc paling tidak tepat dibandingkan dengan Pc dan Tc.,
hingga lebih baik a dan b dicari dari Pc dan Tc.
b
= Vc / 3 ; 3Vc = RTc + bPc / Pc
b
= RTc / 8Pc
a
= 3V2c . Pc
; b = Vc / 3 ; b = RTc / 8Pc
a
= 3(3b)2Pc = 3(9)(RTc / 8Pc)2
. Pc = 27 . R2 T2 / 64 . Pc
harga
R juga dapat diperoleh dari persamaan:
3Vc
= RTc + bPc / Pc
; b = Vc / 3
R
= 8 / 3 Pc Vc / Tc = 2,67 Pc Vc
/ Tc
6
Hasil-hasil
percobaan menyatakn bahwa tetapan 2,67 tersebut dalam percobaan lebih tinggi. Untuk
Helium 3,18 dan air 4,97 ; ini disbabkan oleh ketidaktepatan persamaan van der
waals.
2.3.5 TETAPAN KRITIS GAS
Dalam
tabel berikut diberikan tetapan gas pada temperatur kritis, yaitu tc,
Pc dan dc. Rapat kritis ialah massa zat tiap cc pada
titik kritis.
Cailetet
dan Mathias mendapatkan bahwa harga rata-rata hitung rapat dalam keadaan cair
dan uapnya yang setimbang, merupakan fungsi linier dari temperatur dalam 0C.
t
= A + B (dt + dv / 2)
dt = rapat cairan dv = rapat uapnya
Pada
tempratur kritis tc, maka dv = dt = dc,
hingga persamaan menjadi:
tc
= A + B (2 dc / 2) = A + B dc
Bila
tc diketahui, maka dc dapat ditentukan lebih tepat
daripada mengukur dc secara langsung.
7
2.3.6 PERSAMAAN KEADAAN TEREDUKSI
Persamaan van der waals:
(P
+ a / V2) (V – b) = RT
a
= 3V2c . Pc
→ (P = 3V2c Pc
/ V2) (V – Vc / 3) = 8PcVcT / 3T
b
= Vc / 3 (P
/ Pc + 3V2c
/ V2) (V / Vc – 1/3) = 8/3 T/Tc
(Pr
+ 3 / V2r) (3Vr – 1) = 8Tr
P/Pc
=Pr = tekanan tereduksi.
V/Vc = Vr = volume tereduksi
T/Tc
= Tr = temperatur terduksi
Persamaan
diatas disebu persamaan tereduksi, tidak adanya tetapan-tetapan yang
berhubungan dengan suatu zat menunjukkan persamaan itu berlaku untuk semua zat
cair dan gas. Persamaan ini tidak begitu tepat, tetapi persamaan berikut banyak
digunakan dalam termodinamika dan teknik kimia terutama pada tekanan-tekanan
tinggi.
2.3.7 PENCAIRAN GAS
Cara
pencairan suatu gas tergantung pada jenisnya. Untuk gas-gas yang mempunyai
titik cair disekitar temperatur kamar dan tekanan atm, mudah dicairkan hanya dengan
penekanan, misalnya:
-
Gas Cl2 - Gas NH3
-
Gas SO2 - Gas CH3Cl
-
Gas H2S - Gas freon (C F2 Cl2)
Gas-gas diatas
mempunyai temperatur kritis yang tinggi, karena mudah dicairkan dan banyak
dipakai untuk refrigerant di rumah tangga.
Untuk gas dengan
temperatur kritis rendah, sebelu dapat dicairkan, temperaturnya harus
diturunkan dibawah temperatur kritis. Untuk memperoleh temperatur rendah dapat
dilakukan:
-
Pengembangan adiabatis
(Joule- Thomson- effect:Linda Process)
-
Pengembangan diabatis
dengan melakukan kerja (Claude-Process)
8
Gas-gas yang
biasa dicairkan dengan cara ini ialah udara, hidrogen dan helium. Udara yang
dicairkan dengan proses Linde, mula-mula ditekan sampai 100 atm, hingga uap air
mengembun. Udara yang tertekan dikembangkan. Proses ini diulang berkali-kali
hingga akhirnya udara mencair. Pada prose Claude, udara yang tertekan
dikembangkan dengan melakukan kerja, yaitu dipaksa menggerakkan piston. Proses
demikian diulang hingga akhirnya udra mencair. Proses ini lebih efektif, karena
ada recovery tenaga.
2.4 TEKANAN
UAP CAIRAN
2.4.1 ARTI TEKANAN UAP
Penguapan cairan
terjadi karena molekul-molekul cairan dipermukaan cairan meninggalkan cairan.
Molekul-molekul ini mempunyai tenaga lebih besar daripada tenaga rata-rata
dalam cairan. Penguapan tidak terjadi terus menerus, sebab sebagian dari uap
kembali kedalam cairan. Bila kecepatan penguapan dan pengembunan sama, terjadi kesetimbangan
dan tkanan uap yang terjad disebut tekanan uap jenuh pada temperatur tersebut
atau tekanan uap.
Banyaknya
panas yang diperlukan untuk menguapkan cairan tergantung dari:
-
Jenis cairan
-
Banyaknya cairan
-
Temperatur
Untuk suatu
temperatur tertentu, banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol
cairan disebut panas penguapan molar, ∆Hv.
∆Hv =
Hv – H1
Karena : ∆H = ∆E + P ∆V
Maka : ∆Hv = ∆E + P ∆V
Dimana : Hv = entalpi uap
H1
= entalpi cairan
∆Hv
= berharga positif
∆H
= Vv – V1
P
= tekanan uap cairan
Besarnya
tekana uap cairan dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara, namun semuanya
dapat digolongkan pada cara statis dan cara dinamis.
9
2.4.2 VARIASI TEKANAN UAP TERHADAP TEMPERATUR
Tekanan
uap cairan tergantung pada temperatur, makin tinggi temperatur makin tinggi
tekanan uapnya dan mencapai harga maksimal pada temperatur kritis. Menurut
teori kinetik, bila temperatur diperbesar, molekul-molekul cairan dengan tenaga
tinggi bertambah, hingga lebih banyak yang mninggalkan cairan, akibatnya
tekanan uap lebih besar. Pada temperatur kritis kehendak untuk menjadi besar
dan pada saat tersebut tidak ada fase cair lagi.
Kenaikan
tekanan uap lambat pada temperatur yang rendah dan sangat cepat pada temperatur
tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam grafik antara temperatur dan tekanan uap
untuk berbagai cairan. Perubahan tekanan uap terhadap temperatur dapat
dinyatakan degan persamaan Clausius-Clapeyron:
d
P/ d T = ΔH / T ( V2- V1 )
P
= tekanan uap pada temperatur T
V2
= volume uap (VG)
V1
= volume cairan (V1)
ΔH = panas penguapan (ΔHv)
Pada temperatur
jauh dari permukaan kritis V1<<< V9 dan bila uap
dianggap ideal, maka: d P/d T = ΔHv/TVG
=ΔHV . P/ R T2
2.4.3 TITIK DIDIH CAIRAN
Titik didih
normal adalah temperatur pada saat tekanan uap cairan sama dengan 760 mm Hg.
Bila tekanan luar diubah, titik didih juga berubah. Jadi titk didih cairan
adalah temperatur pada saat tekanan uap sama dengan tekanan luar terhadap
permukaan cairan.
10
Perubahan titik
didih terhadap tekanan dapat dicari dengan persamaan Clausius-Clapeyron bila Δ
HV / TB= tetap ~ 21
Harga ini untuk
hidrogen dan asam-asam lebih rendah sedang untuk alkohol dan air lebih tinggi.
Untuk nitrogen, oksigen, amoniak dan sebagainya, hal tersebut mempiunyai
syarat-syarat.
Contoh
perhitungan
Dua
puluh liter gas argon bertekanan 760 mmHg dan suhu 300C dialirkan ke
dalam 9,31 g cairan anilin (C6H7N) yang juga bersuhu 300C.
Setelah percobaan selesai, berat anilin menjadi 9,10 g. Berapa tekanan uap
anilin pada suhu 300C, jika volume total gas tetap. (Diasumsikan
bahwa argon dijenuhkan oleh gas uap anilin).
Penyelesaian:
Jumlah
mol anilin (n) = 0,21/93 = 0,002258 mol C6H7N
T
= (30 + 273)K = 303 K
R
= 0,0821 L atm/mol K
V
= 20 liter
PV
=n RT (anilin diasumsikan bersifat ideal)
P
= (0,002258 x 0,0821 x 303) / 20
= 0,00281 atm
= 0,00281 x 760 mmHg
= 2,13 mmHg
2.5 TEGANGAN
MUKA CAIRAN
2.5.1 ARTI TEGANGAN MUKA
Gaya tarik
molekul-molekul dalam cairan sama kesegala arah, tetapi molekul-molekul pada
permukaan cairan lebih tertarik “kedalam” cairan. Ini disebabkan karena jumlah
molekul dalam fase uap lebih kecil dari pada fase cair. Akibatnya zat cair
selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil. Karena itu tetesan-tetesan
cairan dan gelembung-gelembung gas berbentuk bulat, karena bentuk itu mempunyai
luas permukaan terkecil.
11
Untuk memperluas
permukaan cairan, diperlukan kerja untuk membawa molekul-molekul dari bagian
dalam dan melawan gaya tariknya. Tenaga permukaan adalah kerja yang diperlukan
untuk memperbesar luas permukaan cairan sebesar 1 cm2 Satuan tenaga permukaan =erg/cm2.
Adanya gaya-gaya
kearah dalam yang menyebabkan adanya kecenderungan untuk mengerut, juga
menyebabkan permukaan cairan seakan-akan berada dalam keadaan tegang. Tengangan
ini disebut tengangan muka, yang didefenisikan sebagai Gaya dalam dyne yang
bekerja sepanjang 1 cm pada permukaan zat cair. Satuan tengangan muka =
dyne/cm, jadi sama dengan satuan tenaga permukaan.
Besarnya tenaga
yang diperlukan untuk memperluas permukaan dapat ditunjukkan dengan percobaan
sebagai berikut.
Pada kawat
ABCDterdapat lapisan zat cair. Kawat CD dapat bergerak bebas dan dianggap tidak
mempunyai gesekan. Bila F = gaya yang diperlukan untuk menggeserkan DC ke EG
kerja yang dilakukan:
W=(F) (X)
Gaya F
diperlukan untuk melawan gaya akibat tengangan muka. Kalau tengangan muka per
cm disebut ϒ, maka besarnya gaya akibat tengangan muka: 2.ϒ.1 (sebab ada 2
lapisan ).
2.5.2 PENGUKURAN TEGANGAN MUKA
Tengangan muka cairan dapat diukur
dengan beberapa cara, seperti dengan:
12
−
tensiometer − cara
bubble pressure
−
Cara drop weight −
cara cappillary rise
Cara yang tetrakhir merupakan cara yang
terpenting
Cara ini berdasarkan kenyataan bahwa banyak acairan dalam pipa kapiler
mempunyai permukaan lebih tinggi dari pada permukaan diluar pipa. Ini terjadi,
bila cairan membasahi bejana, dalam hal cairan membentuk permukaan yang
cekung (concave). Bila cairan tidak
membasahi bejana, cairan membentuk permukaan yang cembung.
Cekung
bila: gaya adesi >kohesi
Cembung
bila : gaya adesi < kohesi
Pipa
kapiler dengan jari-jari r dimasukkan dalam cairan yang membasahi gelas. Dengan
membasahi dinding bagian dalam, zat cair ini naik, kenaikan ini disebabkan oleh
gaya akibat adanya tegangan muka:
F1
= 2πr γ cos α
F1
= gaya keatas γ
= tegangan muka
r
= jari-jari kapiler α =
sudut kontaK
Kenaikan
cairan dalam pipa kapiler akan berhenti setelah cairan mencapai tinggi h, sebab
gaya F1 di imbangi oleh gaya F2 akibat beratnya cairan:
F2
= πr2.h.d.g d=
rapat cairan; g= percepatan gravitasi; h= tinggi cairan
F1
= F2
Maka
γ = r.h.d.g / 2 cos α
Dalam cara tensiometer, suatu cincin Pt dimasukkan
dalam cairan yang diselidiki dan gaya yang diperlukan untuk memisahkan cincin
dari permukaan cairan diukur. Besarnya
gaya kebawah akibat tengangan muka: F2 = 2 1 ϒ.
13
ϒ = tengangan muka
1 = keliling lingkaran
2 = ada 2 permukaan ( luar dan dalam )
Pada
saat tepat cincin lepas: F1 =
F2
F2
= 2 1 ϒ
ϒ=
F1 / 2 1
2.5.3 VARIASI ϒ TERHADAP TEMPERATUR
Tengangan muka
semua zat cair turun bila temperatur naik dan menjadi Nol pada temperatur
kritis. Perubahan ϒ terhadap tempertur dinyatakan oleh persamaan RAMSAY-
SHIELDS.
ϒ ( M 2/3/dt ) =K (tc
_t_6 )
M
=berat molekul
D1=
rapat cairan .
14
Tc=
temperatur kritis
T=
yemperatur percobaan
M/d1=
volume molar cairan
Kekurangan
lain dari persamaan RAMSAY- SHIELDS ialah
ϒ = 0 pada t= t c – 6 hingga pada temperatur
kritis ϒ menjadi negatif. Untuk
mengatasi hal ini katayama memberikan rumus yang dimodifikasikan:
ϒ ( M 2/3 /d1-dv)
= K (tc –t)
Persamaan lain yang menyatakan hubumngan
antar ϒ dan t ialah persamaan MC.Leod (1923).
ϒ=c ( d1 – dv
)4 c =
tetapan
Contoh perhitungan
Jari-jari tabung kapiler yang
terbuat dari gelas adalah 0,01 cm. Hitunglah tinggi kenaikan air dalam tabung
ini!
Penyelesaian
:
ϒ
(air)= 72,75 dyne/cm g=
980,7 g/s2
r
= 0,01 cm ρ
= 1 g/cm3
jika
disumsikan bahwa sudut kontak antara air dan permukaan gelas kecil sehingga cos
α ekivalen dengan 1, maka
h = 2 cos α ϒ / r.g. ρ
h = 2 (72,75 dyne/cm) /
(0,01 cm) (980,7 cm/s2) (1 g/cm3)
= 14,8 cm
15
2.6 VISKOSITAS
Viskositas
suatu cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan alir cairan.
Viskositas dapat diukur dengan mengukur
lahju aliraan cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan
cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas.
Tanpa menurunkannya, suatu persamaan
yang menghubungkan laju aliran cairan malalui pipa silinnder berjjar-jarri R dan dengann viskositas cairan
η adalah:
Jumlah volume aliran yang mengalir
melalaui pipa per satuan waktu
=
V/t = πPR4 / 8ηL
η
= viskositas cairan
V=
total volume cairan
t
= waktu yang dibuuhkan cairan dengan volume V untuk mengalir melalui viskometer
P
= tekanan pyang bekerja pada cairan
L
= panjang pipa
Persamaan diatas
disebut juga dengan hukum Poiseulle yang selain berlaku pada hukum cairan
tetapi berlaku pada gas. Pengukuran viskositas yang tepat dengan persamaan
tersebut sukar dicapai. Hal ini disebabkan nilai R dan L sukar ditentukan
secara tepat. Terutama untuk R, kesalahan pengukuran nilai ini akan sangat
besar pengaruhnya karena nilai ini dipangkatkan 4. Untuk menghindari hal ini
dalam prakteknya, digunakan suatu cairan pembanding. Yang paling sering
digunakan adalah air. Dengan menyusun
kembali persamaan tersebut untuk dua
cairan, nilai V,R, dan L kan dapat dihilangkan. Hal ini dpat dilihat pada
persamaan tersebut:
η1 /
η2 = πR4(Pt)1 / 8VL x 8VL / πR4(Pt)2
η1 /
η2 = (Pt)1 / (Pt)2 = ρ1t1
/ ρ2t2
P = ρ X konstanta
Ρ = massa jenis
cair
Jadi bila
viskositas dan massa jenis pembanding diketahui, maka viskositas cairan lain
dapaat ditentukan.
Viskometer lain
yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas adalah viskometer Hoppler. Pada
viskometer ini yang diukur adalah waktu yang di butuhkan oleh sebuah bola logam
untuk melewati cairan setinggi tertentu.
16
Suatu benda
karena adanya gravitasi akan jatuh melalui medium yang berviskositas (seperti
misalnya cairan) dengan kecepatan yang semakin besar sampai mencapai kecepatan
maksimum. Kecepatan maksimum akan dicapai bila gaya gravitasi sama dengan frictional resistance medium. Besarnya frictional resistanceumtuk benda
berbentuk bola dapat dihitung dengan menggunakan hukum stokes.
f = 6πηrv
f = frictional
resistance
η = viskositas
r = jari-jari bola
v = kecepatan yaitu jarak
yang ditempuh per satuan waktu
Pada
keseimbangan, gaya ke bawah (m – m0)g
sama dengan frictional resistance
sehingga:
η = (m –
m0)g / 6πrv
m = massa bola logam
m0 = massa cair yang
dipindahkan oleh bola logam
g
= konstanta gravitasi
η = viskositas
Viskometer
hoppler viskometer
oswald
17
Contoh
perhitungan:
1. Pada
293 K, waktu yang dibutuhkan air melalui kapiler pada viskometer oswald adalah
310 detik. Sejumlah cairan membutuhkan waktu 254 detik untuk melewati kapiler
viskometer yang sama. Hitunglah viskositas cairan itu. Massa jenis cairan
tersebut adalah 0,951 g/cm3. (viskositas air pada 293 K = 0,0101 P
dan diasumsikan massa jenis air= 1000 g/cm3).
η1 /
η2 = (Pt)1 / (Pt)2 = ρ1t1
/ ρ2t2
η1 = η2ρ1t1
/ ρ2t2
=
(0.0101 P) (0.951 g/cm3) (254 detik) / (1000 g/cm3) (310
detik)
= 0.00787 poise atau 0.00787 N det/m2
2. Kaca
pada suhu 1073 K mempunyai viskositas 106 poise dan massa jenis 3.5
g/cm3. Berapa waktu yang dibutuhkan bola logam dengan jari-jari 10
mm dan massa jenis 21,45 g/cm3 untuk melalui kaca cair setinggi 1,00
cm?
V = (m – m0)g / 6πrη
= 4/3πr3
(ρ – ρ0)g / 6πrη
=
2 r2 (ρ – ρ0)g / 9η
= 2.0 x 12 (21,45 – 3,5) x 981
/ 9 x 106
=
0.00391 cm/det
Jadi waktu yang
dibutuhkan
1/0.00391 cm/det
= 255,7 det
18
Viskositas
gak akan naik dengan naiknya suhu dan tidak bergantung pada tekanan. Pada
cairan, viskositas meningkat dengan naiknya tekanan dan menurun bila suhu
meningkat. Hubungan antara viskositas dan suhu pertama kali diajukan oleh
Carrancio pada tahun 1913. Bentuk pertamanya adalah:
η
= Ae-(∆Evis/RT)
-∆Evis
= energi aktivasi untuk aliran “viskus”
T =
suhu (K)
A = konstanta
R = konstanta gas
e-(∆Evis/RT) = faktor
boltzman, yaitu fraksi moleku cairan yang memiliki energi cukup besar untuk
mengalir
19
BAB
3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Cairan
adalah salah satu dari empat fase benda yang volumenya tetap dalam kondisi suhu
dan tekanan tetap, dan, bentuknya ditentukan oleh wadah penampungnya. Cairan
memiliki sifat degree of structure
tidak sebesar keadaan kristal, tetapi jelas lebih daripada gas. Bahwa cairan
mempunya struktur, dapat dibuktikan dengan mengukur fungsi distribusi radial (FDR).
Pada
temperatur 374,4˚C, batas antar air dan uap hilang. Air dalam keadaan ini disebut
pada titik kritis. Zat cair yang lain bila dipanaskan padaa bejana tertutup,
akan menjalani peristiwa sama. Temperatur pada titik kritis disebut temperatur
kritis, tekanannya disebut tekanan kritis, dan volume molarnya disebut volume
kritis.
Penguapan cairan
terjadi karena molekul-molekul cairan dipermukaan cairan meninggalkan cairan.
Molekul-molekul ini mempunyai tenaga lebih besar daripada tenaga rata-rata
dalam cairan. Penguapan tidak terjadi terus menerus, sebab sebagian dari uap
kembali kedalam cairan. Bila kecepatan penguapan dan pengembunan sama, terjadi
kesetimbangan dan tkanan uap yang terjad disebut tekanan uap jenuh pada
temperatur tersebut atau tekanan uap.
Gaya tarik
molekul-molekul dalam cairan sama kesegala arah, tetapi molekul-molekul pada
permukaan cairan lebih tertarik “kedalam” cairan. Ini disebabkan karena jumlah
molekul dalam fase uap lebih kecil dari pada fase cair. Akibatnya zat cair
selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil. Karena itu tetesan-tetesan
cairan dan gelembung-gelembung gas berbentuk bulat, karena bentuk itu mempunyai
luas permukaan terkecil.
Viskositas
suatu cairan murni atau larutan merupakan indeks hambatan alir cairan.
Viskositas dapat diukur dengan mengukur
lahju aliraan cairan yang melalui tabung berbentuk silinder. Cara ini merupakan
cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas.
3.2 SARAN
Untuk
lebih memahami serta mendapatkan informasi yang lebih lengkap dapat mempelajari
ataupun mengkaji kembali mengenai subbab yang berkaitan dengan cairan pada
buku-buku maupun referensi-referensi lain yang lebih up to date atau dengan
edisi terbaru.
20
DAFTAR
PUSTAKA
Sukardjo,
prof.Dr. kimia fisika. Jakarta:PT
Rineka Cipta, 1997
Bird,
tony. Kimia fisik untuk universitas.
Jakarta:PT Gramedia, 1987
Kartohadiprojo,
irma l. Kimia fisika edisi keempat jilid
1. Jakarta:Erlangga, 1993
WIKIPEDIA.COM/CAIRAN
0 Response to "Cairan"
Post a Comment