-->

Praktikum Ekstraksi

ABSTRAK

Evaporasi merupakan proses pemisahan dengan cara diberikan panas pada bahan mendidih hingga menguap dengan maksud untuk mendapatkan larutan pekat. Pada percobaan ini air laut yang di evaporasikan dimaksud untuk mendapatkan larutan NaOH yang terkandung dalam air laut tersebut. Evaporasi dilakukan sebanyak 2 kali dengan variasi temperature dan konsentrasi air laut yang berbeda. Pada evaporasi, bahan yang diambil sebagai produk adalah bukan distilat melainkan produk bawah, dimana produk dibawah tersebut merupakan larutan dengan konsentrasi tinggi karena air yang terkandung dalam larutan tersebut telah diiapkan dan terdapat pada distilat. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi/persentase air laut yang besar akan menghasilkan kadar NaOH yang tinggi dan begitu juga untuk temperature, semakin tinggi temperature yang diberikan selama proses evaporasi maka kadar NaOH akan semakin tinggi.
Kata Kunci : Evaporasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Judul Praktikum           :         Evaporasi

1.2       Tanggal Praktikum       :         22 Juni 2012

1.3       Tujuan Praktikum        :
1.      Dapat mengetahui proses evaporasi
2.      Dapat diperoleh larutan pekat dari larutan encer.

111
 

 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pengertian Evaporasi
Evaporasi secara umum dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu: (1) evaporasi yang berarti proses penguapan yang terjadi secara alami, dan (2) evaporasi yang dimaknai dengan proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam) dalam suatu peralatan.
Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan daripada liquid (cairan) dengan penambahan panas (Robert B. Long, 1995). Panas dapat disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam. Evaporasi diadasarkan pada proses pendidihan secara intensif yaitu (1) pemberian panas ke dalam cairan, (2) pembentukan gelembung-gelembung (bubbles) akibat uap, (3) pemisahan uap dari cairan, dan (4) mengkondensasikan uapnya.
Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih (Warren L. Mc Cabe, 1999).

2.2              Evaporasi vs pengeringan
Evaporasi tidak sama dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair – kadang-kadang zat cair yang sangat vuskos – dan bukan zat padat. Perbedaan lainnya adalah, pada evaporasi cairan yang diuapkan dalam kuantitas relatif banyak, sedangkan pada pengeringan sedikit.

2.3              Evaporasi vs distilasi

112
 
Evaporasi berbeda pula dari distilasi, karena uapnya biasa dalam komponen tunggal, dan walaupun uap itu dalam bentuk campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha unutk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Selain itu, evaporasi biasanya digunakan untuk menghilangkan pelarut-pelarut volatil, seperti air, dari pengotor nonvolatil. Contoh pengotor nonvolatil seperti lumpur dan limbah radioaktif. Sedangkan distilasi digunakan untuk pemisahan bahan-bahan nonvolatil.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4T6Hzoup-pjVAtuDRqQ_hOadHrz4rXyKcV1osDlnj1bQS8_qYLXLzf2fjc1EMvDxkCgm3ooRAUJrZMh0r0TbroaHcbhLfCkzGiD6dANYYGhFpQc9QHJ2vL4M02tvmBQs_Y4izJk8xs78/s320/Untitled.png
Gambar Skema Perbedaan Evaporasi dan Distilasi

2.4              Evaporasi vs kristalisasi
Evaporasi lain dari kristalisasi dalam hal pemekatan larutan dan bukan pembuatan zat padat atau kristal. Evaporasi hanya menghasilkan lumpur kristal dalam larutan induk (mother liquor). Evaporasi secara luas biasanya digunakan untuk mengurangi volume cairan atau slurry atau untuk mendapatkan kembali pelarut pada recycle. Cara ini biasanya menjadikan konsentrasi padatan dalam liquid semakin besar sehingga terbentuk kristal.
Titk didih cairan yang diuapkan pada evaporasi dapat dikontrol dengan mengatur tekanan pada permukaan uap-cair. Artinya, jika penguapan terjadi pada temperatur tinggi, maka evaporator dioperasikan pada tekanan tinggi pula. Beberapa evaporasi dalam industri secara normal bekerja pada tekanan vacum untuk meminimalkan kebutuhan panas. 
Pada proses pendidihan secara alami, perubahan titik didih sebagai perubahan temperatur dapat ditingkatkan. Beberapa tipe pendidihan yang berbeda mempunyai koefisien perpindahan panas yang berbeda pula. Tipe-tipe tersebut adalah (Bell, 1984) :
-          pendidihan secara konveksi alami
-          pendidihan nukleat
-          pendidihan film
Pendidihan konveksi alami terjadi ketika cairan dipanaskan pada permukaannya. Pada tipe ini, koefisien perpindahan panas meningkat dengan perubahan temperatur, tetapi relatif lambat.  Pada pendidihan nukleat terbentuk gelembung-gelembung uap pada interface cairan dan padatan dari permukaan perpindahan panas. Pendidihan pada tipe ini terjadi dalam sebuah ketel atau reboiler thermosifon yang digunakan pada proses industri. Koefisien perpindahan panas pada tipe ini lebih besar.
Pendidhan film terjadi ketika perubahan temperature sangat tinggi dan penguapan terjadi secara berkesinambungan pada permukaan perpindahan panas. Koefisien perpindahan panas meningkat seiring dengan meningkatnya perubahan temperatur. Namun, nilai koefisien perpindahan panasnya lebih rendah jika dibandingkan pendidihan nukleat.
Penyelesaian terhadap masalah evaporator sangat ditentukan oleh karakteristik cairan yang akan di-evaporasi. Berikut ini adalah beberapa hal penting mengenai zat cair yang akan di-evaporasi.
1.                  Konsentrasi
Cairan encer yang diumpankan ke dalam evaporator mungkin cukup encer sehingga sifat fisiknya sama dengan zat pelarutnya, misalnya air. Akan tetapi, semakin lama konsentrasi cairan yang di-evaporasi akan meningkat sehingga memiliki sifat tersendiri. Konsentrasi, densitas dan viskositasnya akan meningkat dan mungkin dapat mencapai titik jenuh. Jika cairan jenuh dipanaskan terus menerus, maka akan terjadi pembentukan kristal dan kristal-kristal ini akan menyumbat tabung evaporator. Titik didih cairan akan jauh meningkat bila konsentrasi zat padat didalamnya bertambah sehingga suhu didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari larutan tidak jenuh pada tekanan yang sama.

2.                  Pembentukan busa (foaming)
Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat organik, akan membusa ketika diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap dan menyebabkan banyaknya bahan yang ikut terbawa dan terbuang.
3.                  Kepekaan bahan terhadap suhu
Beberapa bahan, seperti bahan kimia farmasi dan makanan dapat rusak bila dipanaskan walaupun dalam waktu yang singkat sehingga diperlukan teknik khusus untuk meng-evaporasi bahan tersebut

4.                  Kerak
Beberapa larutan tertentu dapat menyebabkan pembentukan kerak pada permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan terganggunya perpindahan panas ke larutan. Jika kerak sudah terlalu tebal maka operasi evaporator yang kontinyu harus dihentikan dan pembersihannya dapat memakan biaya

5.                  Bahan konstruksi
Bahan konstruksi yang digunakan untuk evaporator harus memiliki daya hantar yang tinggi terhadap panas dan tahan terhadap bahan yang akan di-evaporasi sehingga tidak merusak konstruksi atau mengkontaminasi bahan yang sedang di-evaporasi.
Selain itu, banyak pula karakteristik lain yang perlu diperhatikan, antara lain kalor spesifik, kalor konsentrasi, titik didih, titik beku, sifat racun, bahaya ledak, radioaktivitas dan persyratan operasi steril. Oleh karena adanya perbedaan karakteristik zat cair, maka dikembangkanlah berbagai jenis rancang evaporator. Jenis evaporator yang dipilih utamanya tergantung dari karakteristik zat cair yang akan diproses.



BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1       Alat dan Bahan
3.1.1    Alat – alat
·         Gelas Ukur 1000 ml
·         Erlenmeyer 100 ml
·         Buret
·         Alat Evaporasi

3.1.2    Bahan – bahan
·         HCl 0.5 N
·         Air Laut
·         Na OH

3.2.1        Prosedur Kerja
1.      Membuat Larutan NaOH dengan pelarut air laut
2.      Membuat variasi konsentrasi NaOH dengan 70 % air laut dan 60% air laut kemudian sisanya masing – masing ditambahkan aquades
3.      Larutan masing-masing dititrasi sebelum di evaporasi
4.      Larutan masing – masing di evaporasi dengan variasi temperature 117oC dan 117oC dengan lama proses 60 menit
5.      Volume hasil evaporasi diukur kemudian dititrasi
6.      Data-data yang ada dipergunakan untuk menghitung kadar NaOH.



116
 
 


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Hasil
4.1.1    Pada T = 117 oC, t = 60 menit

Persentase Air Laut
Kadar NaOH (ppm)
Sebelum
Sesudah
60 %

70 %
7.56

9.2
145.6

76

4.1.1    Pada T = 117 oC, t = 60 menit

Persentase Air Laut
Kadar NaOH (ppm)
Sebelum
Sesudah
60 %

70 %
7.56

9.2
15.26

19

4.2       Pembahasan
            Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan dari pada liquid (cairan ) dengan penambahan panas. Panas dapat disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam. Evaporasi didasarkan pada proses pendidihan ssecara intensif, yaitu pemberian panas kedalam cairan, pembentukan gelembung-gelembung (bubbles) akibat uap, pemisahan uap dari cairan dan mengkondensasikan uapnya. (Penuntun Praktikum)

117
 
            Pada percobaan ini, evaporasi dilakukan pada larutan NaOH dan air laut. Pada hal ini, larutan air laut tersebut diencerkan untuk merubah konsentrasi kadar NaOH. Sebelum proses evaporasi dimulai, masing – masing larutan dititrasi dengan menggunakan  HCl 0,5 N untuk mengetahui kadar NaOH-nya sebelum evaporasi sehingga didapat:
1.      60 % air laut + 40% aquades mempunyai kadar NaOH 7,56 ppm
2.      70% air laut + 30 % aquades mempunyai kadar NaOH 9.2 ppm

Kadar NaOH lebih banyak didapat dengan campuran 70% air laut, Karen pad air laut terdapat NaOH, semakin besar konsentrasi  (persentase) air laut maka semakin besar pula kadar NaOH-nya.
            Pada proses evaporasi percobaan ini dilakukan sebanyak 2 kali running. Run I evaporasi dengan suhu 117oC selama 60 menit pada masing – masing larutan. Hasil perhitungan kadar NaOH akan ditunjukkan dibawah ini ;
1.      Dari kadar NaOH 7,56 ppm setelah dievaporasi menjadi 145.6 ppm untuk 60% air laut setelah di evaporasi selama 60 menit
2.      Dari kadar NaOH 9.2 ppm setelah dievaporasi menjadi 76 ppm untuk 70% air laut setelah di evaporasi selama 60 menit
Pada run I ini dua – duanya mengalami kenaikan kadar NaOH sebelum evaporasi. Kenaikan kenaikan kadar ini dikarenakan setelah proses evaporasi larutan menjadi sangat atau bertambah, kandungan air menguap habis sehingga Cuma NaOH yang tertinggal dalam larutan.
            Run II juga menunjukkan hal yang sama, bahwa kadar NaOH meningkatan dalam larutan setelah evaporasi dilakukan. Kadar NaOH setelah evaporasi dengan suhu 112oC selama 60 menit:
1.      Dari kadar NaOH 7,56 ppm setelah dievaporasi menjadi 15.26 ppm untuk 60% air laut setelah di evaporasi selama 60 menit
2.      Dari kadar NaOH 9.2 ppm setelah dievaporasi menjadi 19 ppm untuk 70% air laut setelah di evaporasi selama 60 menit

Berdasarkan hasil yang didapat, dapat dilihat bahwa kadar NaOH yang lebih besar terdapat pada run I. dimana temperature yang diberikan lebih besar dari pada temperature yang diberikan pada run II.
Namun, volume yang didapatlebih banyak hasil evaporasi dengan temperature yang rendah, karena temperature yang tinggi akan membuat lebih banyak cairan menguap.
Evaporasi atau penguapan juga didefinisikan sebagai perpindahan kalor kedalam zat air mendidih. (Warren L McCabe.1999)


















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan
1.      Evaporasi dilakukan untuk membuat larutan pekat
2.      Semakin besar temperature yang diberikan maka semakin besar volume cairan yang menguap dan kadarnya meningkat.
3.      Pada T evaporasi 117oC, dari kadar NaOH 7,56 ppm setelah dievaporasi menjadi 145.6 ppm untuk 60% air laut dan dari kadar NaOH 9.2 ppm setelah dievaporasi menjadi 76 ppm untuk 70% air laut setelah masing - masing di evaporasi selama 60 menit
4.      Pada T evaporasi 117oC, dari kadar NaOH 7,56 ppm setelah dievaporasi menjadi 15.26 ppm untuk 60% air laut  dan dari kadar NaOH 9.2 ppm setelah dievaporasi menjadi 19 ppm untuk 70% air laut setelah masing - masing di evaporasi selama 60 menit

5.2              Saran
1.      Untuk mendapatkan kadar NaoH yang tinggi maka perlu diberikan lebih banyak air laut dalam larutan/persentase air laut yang akan dicampur dengan air
2.      Apabila temperature yang diberikan rendah, maka naikkan waktu proses yang lebih lama untuk mendapatkan kadar NaOH yang tinggi.\






120
 
 


DAFTAR PUSTAKA

Mc Cabe and Smith and Harriot, E. Josifi. 1985. Operasi Teknik Kimia, Jilid I dan II serta III Edisi Ke-4. Jakarta; Erlangga
Penuntun Praktikum Proses Teknik Kimia II. 2012. Jurusan Teknik Kimia Universitas Malikussaleh; Lhokseumawe

121
 

 


LAMPIRAN I
DATA PENGAMATAN

Konsentrasi NaOH dalam air laut sintesis = 13.8 ppm
Waktu
(menit)
Suhu
( oC )
% sampel
Volume Titrasi ( ml)
Volume Sampel ( ml)
Sebelum evaporasi
Sesudah evaporasi
Sebelum evaporasi
Sesudah evaporasi

60

117
70% air laut + 30% aquades

46

24.7

100

6.5

60

117
60% air laut + 40% aquades

37.8

18.2

100

2.5

60

112
70% air laut + 30% aquades

46

41.8

100

44

60

112
60% air laut + 40% aquades

37.8

29

100

38


122
 

 


LAMPIRAN II
PERHITUNGAN

BM NaOH = 40
A.    Kadar NaOH Sebelum Proses Evaporasi
a.       70 % air laut + 30 % Aquades
V titrasi = 46 ml
b.      60 % air laut + 40 % Aquades
V titrasi = 37.8 ml

B.     Kadar NaOH Sesudah Proses Evaporasi
1.      T = 117 oC, t = 60 menit
a.       70 % air laut
V titrasi = 24.7 ml
V NaOH = 6.5 ml
b.      60 % air laut
V titrasi = 18.2 ml
V NaOH = 2.5 ml






123
 
 


2.      T = 112 oC, t = 60 menit
a.       70 % air laut
V titrasi = 41.8 ml
V NaOH = 44 ml
b.      60 % air laut
V titrasi = 29 ml
V NaOH = 38 ml


0 Response to "Praktikum Ekstraksi"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel