Prarancangan Pabrik Pulp dari Corn Stover (Jerami jagung) dengan Proses Organosolv
Prarancangan
Pabrik Pulp dari Corn Stover (Jerami jagung) dengan Proses Organosolv
Industri pulp dan kertas di Indonesia telah lama
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kertas dalam masyarakat. Perubahan
gaya hidup serta penyesuaian akan perkembangan zaman menyebabkan penggunaan
kertas terus meningkat, baik kertas untuk kebutuhan tulis/cetak maupun kebutuhan
kertas untuk sanitasi, makanan/minuman dan penunjang gaya hidup lainnya.
Di Indonesia kebutuhan kertas pada tahun 1997 mencapai 3 juta ton, dan
diproyeksikan permintaan kertas setiap tahunnya meningkat sekitar 25
persen.Guna menunjang kebutuhan pulp dan kertas yang semakin meningkat maka
pabrik kertas di Indonesia perlu ditingkatkan baik kualitas maupun
kuantitasnya. Peningkatan kuantitas kertas tentunya diiringi dengan peningkatan
kebutuhan akan bahan baku dan bahan tambahan lainnya. Permintaan terhadap kertas
yang begitu tinggi inilah yang sempat menimbulkan kekhawatiran terhadap masalah
pelestarian hutan kayu sebagai bahan baku pembuatan kertas. Selama ini,
pembuatan kertas lebih banyak menggunakan pulp yang berasal dari bahan baku
kayu.
Perkembangan teknologi yang pesat dalam sektor
industri menyebabkan munculnya berbagai industri yang tujuannya adalah untuk
memproduksi dan mengolah bahan (yang bisa dimanfaatkan) menjadi bahan yang
lebih ekonomis dan bernilai tinggi. Sejumlah hasil penelitian memperlihatkan
adanya alternatif bahan baku bukan kayu yang dapat digunakan untuk
pembuatan kertas. Diantaranya tandan kelapa sawit, beberapa jenis tanaman
kelompok rumput-rumputan, serta sampah atau limbah pertanian. Limbah pertanian
dengan kandungan selulosa tinggi telah banyak digunakan sebagai bahan baku
kertas.
Berbagai pelarut organik seperti alkohol, amina, dan
keton serta asam, telah dipakai untuk melakukan fraksiona si
lignoselulosa. Me dia asam asetat dengan atau tanpa bantuan katalis diketahui
telah dapat memisahkan secara selektif selulosa, hemiselulosa dan lignin dari
berbagai biomassa seperti jerami, ampas tebu, kayu lunak dan kayu keras (Auda,
2000).
Pembuatan pulp dengan memakai pelarut asam asetat dan
alkohol (etanol) diharapkan dapat menghasilkan perolehan pulp yang memiliki
kandungan lignin rendah dan kandungan selulosa tinggi. Pengoptimalan proses
pembuatan pulp dapat dilakukan dengan memperhatikan kedua reaksi yang mungkin
terjadi yaitu reaksi delignifikasi dan degradasi polisakarida (Kin, 1990).
Jenis – Jenis Proses
1. Proses Mekanik
Proses mekanik digunakan pada pembuatan kertas tingkat
rendah yang memiliki stabilitas warna rendah, seperti koran, kertas pembungkus
dan kertas karton. Pelepasan serat pada proses me kanis dilakukan dengan penggerindaan
dan penggerusan.
Beberapa cara pembuatan pulp secara mekanis adalah:
Beberapa cara pembuatan pulp secara mekanis adalah:
- Stone
Ground Wood Pulping (SGP) : Pada proses ini digunakan batu gerinda
untuk menguraikan bahan baku. Bahan baku kayu digiling dan disemprotkan
air. Rendemen yang diperoleh antara 93-98%. Kekuatan dan derajat putih
pulp yang dihasilkan rendah. Energi dan air yang diperlukan cukup banyak.
- Refiner
Mechanical Pulping (RMP) : Proses ini menggunakan penggilingan dengan
cakram untuk menguraikan bahan baku. Bahan baku utama yang digunakan
adalah kayu jarum karena sifat fisik yang dihasilkan lebih baik
dibandingkan pulp kayu asah, sedangkan energi yang digunakan lebih rendah
jika dibandingkan dengan proses SGP.
- Thermo
Mechanical Pulping (TMP) : Proses ini juga menggunakan penggilingan
dengan cakram untuk menguraikan bahan baku. Namun, perbedaan TMP dengan
RMP adalah adanya proses pemanasan sebelum penggilingan sehingga
ikatan-ikatan yang dibentuk lignin dilemahkan. Proses ini menyebabkan
jumlah serat panjang lebih banyak sehingga memiliki kekuatan yang lebih
besar. Perlakuan awal dengan pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan
komponen lignin menjadi lunak, serta komponen yang mudah larut dalam
air dan mudah menguap hilang.
- Chemical
Thermo Mechanical Pulping (CTMP) : Proses ini adalah pengembangan da
ri proses TMP. Pada proses ini, perlakuan awal yang diberikan selain
pemanasan adalah perlakuan kimiawi yang diharapkan dapat lebih mudah
menghilangkan lignin. Rendemen yang dihasilkan lebih rendah dari proses
mekanik biasa tetapi menghasilkan pulp yang memiliki sifat fisik yang
lebih baik. Fraksi serat panjang yang dihasilkan lebih banyak dari pulp
yang berasal dari proses mekanik lainnya.
2. Proses Semi Kimia
Proses ini merupakan gabungan dari proses mekanik dan
proses kimia. Tahap awal dari proses ini adalah pengolahan bahan baku dengan
menggunakan bahan kimia untuk memutuskan ikatan lignin, selulosa, kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan kimia. Contoh pros es ini adalah proses
pemasakan pulp dengan menggunakan Na2SO3 yang mengandung larutan buffer
untuk menetralkan asam-asam organik yang terbentuk pada pemanasan sampai 120 oC
atau lebih. Fungsi buffer adalah untuk mencegah korosi, menaikkan rendemen dan
mengurangi waktu pemasakan. Contoh buffer adalah campuran NaOH dengan
Na2CO3 atau Na2S dengan Na2 SO4 . Buffer yang sering digunakan adalah
NaHCO3 karena menghasilkan pulp dengan warna yang lebih baik dan dengan
pemakaian bahan kimia yang lebih sedikit. Proses semi kimia yang lain
adalah proses alkali dingin yaitu perendeman bahan baku dalam larutan NaOH pada
suhu kamar dan tekanan atmosfer. Brightness kertas yang dihasilkan lebih rendah
jika dibandingkan dengan proses netral sulfit.
3. Proses Kimia
Pembuatan pulp dengan proses kimia adalah proses untuk
merusak dan melarutkan zat pengikat serat yang terdiri dari lignin, pentosa dan
lainnya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Proses untuk merusak dan
melarutkan ini umum disebut sebagai proses pemasakan. Proses pemasakan
bahan baku dengan larutan kimia dilakukan dalam reaktor yang disebut sebagai
digester. Selama pemasakan berlangsung, lignin bereaksi dengan larutan kimia
pemasak dan membentuk senyawa-senyawa terlarut yang mudah dicuci. Namun
karena kesamaan sifat fisik dan kimia dari selulosa dan lignin, sebagian
selulosa ikut bereaksi juga, sehingga dapat menurunkan rendemen pulp yang
dihasilkan.
Berdasarkan bahan kimia yang digunakan untuk
pemasakan, pembuatan pulp dengan proses kimia dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:
1. Proses
Sulfat
Pada proses sulfat, larutan pemasak yang digunakan
adalah sodium hidroxide dan sodium sulfite. Sodium sulfite dihasilkan dari
reduksi sulfat selama proses pembakaran dengan reaksi:
Na2 SO4+ 2C → Na2 S + 2CO2
Sodium
hidroxide dihasilkan dari hidrolisis sodium sulfite di dalam air dengan
reaksi:
reaksi:
Na2 S + H2O ↔ NaOH + NaHS
NaHS berfungsi sebagai buffer dan mengurangi efek
degradasi selulosa oleh NaOH. NaHS dapat bereaksi dengan lignin menghasilkan
thio-lignin yang mudah larut dalam alkali sehingga pemasakan dapat berlangsung
lebih singkat dan temperatur dapat diturunkan sekitar 160-170 0C. Serat yang
dihasilkan sangat baik tetapi memiliki warna yang jelek, sehingga proses ini
digunakan untuk membuat kertas berkekuatan tinggi seperti kantong semen dan
kertas bungkus.
Proses sulfat memakai alkali aktif dan sulfiditas
sebagai bahan pemasak, sebagai bahan baku hampir semua jenis kayu dan non kayu
baik kayu lunak maupun kayu keras. Pulp yang dihasilkan berwarna coklat dan
mempunyai kekuatan fisik yang tinggi sehingga biasanya digunakan untuk
pembuatan kertas semen, kertas bungkus dan kertas liner, dan mudah diputihkan (
bleaching ). Tabel berikut ini merupakan keuntungan dan kerugian proses sulfat.
2. Proses Sulfit.
Proses ini menggunakan bahan kimia aktif, yaitu asam
sulfit, kalsium bisulfit, sulfur dioksida yang dinyatakan dalam larutan
Ca(HSO3)2 dengan H2SO3 berlebih. Bahan baku yang digunakan biasanya
kayu lunak dan larutan pemasak SO2 dan Ca(HCO3)2.
Reaksi pembuatan larutan pemasak adalah:
S + O2 —-> SO2
2SO2 + H2 O + CaCO3 —–> Ca(HSO3)2 + CO2
Reaksi pembuatan larutan pemasak adalah:
S + O2 —-> SO2
2SO2 + H2 O + CaCO3 —–> Ca(HSO3)2 + CO2
Lignin yang
terikat pada selulosa akan bereaksi dengan larutan Ca(HSO3)2 membentuk
lignin sulfonat dengan reaksi sebagai berikut:
Ca(HSO3)2 ——> Ca 2+ + 2HSO3-
Lignin + HSO 3- —-> SO2+ Lignin-OH
Lignin-OH + HSO3 —> Lignin-SO3 + H2O
Lignin + HSO 3- —-> SO2+ Lignin-OH
Lignin-OH + HSO3 —> Lignin-SO3 + H2O
Pulp yang
dihasilkan dari proses sulfit baik untuk pembuatan kertas tissue dan
kertas-kertas cetak bermutu.
Beberapa keuntungan pulp sulfit adalah:
Beberapa keuntungan pulp sulfit adalah:
- Rendemen
yang lebih tinggi pada bilangan kappa tertentu, yang melibatkan
kebutuhan kayu yang rendah;
- Derajat
putih pulp yang tidak dikelantang lebih tinggi; dan
- Persoalan
pencemaran sedikit.
Cara ini sudah sangat jarang dipakai, karena biayanya
yang terlalu mahal (Anonymous, 2002).
3. Proses Soda (NaOH)
Proses ini digunakan untuk bahan baku non kayu seperti
bagasse, jerami, damen dan jenis rumput-rumputan yang lain. Larutan pemasak
yang digunakan adalah NaOH sebanyak 18-35% berat bahan baku kering. Degradasi
selulosa oleh larutan NaOH pekat dapat terjadi pada suhu di atas 100 0C.
Semakin tinggi temperatur pemasakan maka perbandingan jumlah selulosa yang
hilang akan lebih banyak daripada lignin yang hilang. Beberapa hal yang
berpangaruh pada proses soda adalah:
a. Perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku
yang digunakan.
Kekurangan bahan kimia atau laru tan pemasak
menyebabkan pulp berwarna gelap dan sukar diputihkan pada tahap bleaching
. Namun, bahan pemasak yang berlebihan dapat menurunkan rendemen dengan
terjadinyadegradasi serat-serat selulosa.
b. Waktu dan
temperatur pemasakan.
Bila waktu pemasakan terlalu lama maka selulosa juga
akan larut dalam jumlah besar. Jika temperatur terlalu tinggi, jumlah
karbohidrat yang terdegradasi akan lebih besar daripada lignin yang terlarut
sehingga akan menurunkan rendemen dan kekentalan pulp.
4. Proses Organosolv
Pembuatan biomassa secara efisien dapat dilakukan
dengan menerapkan konsep ”biomass refining ” yaitu pemrosesan dengan
menggunakan pelarut organik ( organosolve process ). Prinsipnya adalah
melakukan fraksionasi biomassa menjadi komponen-komponen utama penyusunnya
(selulosa, hemiselulosa, dan lignin) tanpa banyak merusak ataupun mengubahnya,
serta dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang dapat dipasarkan.
Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik yang telah menjadi suatu
metode alternatif bagi proses-proses konvensional dalam pembuatan pulp, yang
lebih dikenal dengan organosolve pulping.
Kelebihan dari proses organosolv dibandingkan dengan
proses konvensional adalah:
- Berdampak
kecil bagi lingkungan, yaitu tidak menyebabkan timbulnya pencemaran
seperti gas-gas berbau yang disebabkan oleh belerang;
- Cairan
pemasak (pelarut organik) bekas dapat digunakan kembali
setelah dimurnikan terlebih dahulu; dan
- Produk
samping mempunyai daya jual seperti glukosa, pentosa,
fulfural, adhesiv serta bahan-bahan kimia.
4. Proses Bioteknologi
Peningkatan kualitas kayu yang menyangkut modifikasi
biokimia kayu sangat berkaitan erat dengan usaha-usaha dalam memodifikasi
kandungan lignin dalam kayu. Lignin bersama-sama dengan selulosa merupakan
suatu komponen penting pada tumbuhan-tumbuhan berpembuluh dan dapat
ditemukan dalam jumlah yang besar pada dinding sel sekunder, serat dan
pembuluh angkut xilem.
Fungsi lignin dalam tumbuhan selain sebagai penunjang
mekanik (mecanical support) juga sangat penting dalam membantu pertahanan
tumbuhan terhadap patogen. Untuk kepentingan industri ada dua kemungkinan
berlawanan yang menyangkut modifikasi kandungan lignin dalam kayu.
Pertama, bila kayu yang diproduksi diperlukan untuk penghasil energi, maka
kandungan lignin perlu ditingkatkan karena secara kimia lignin mengandung
energi yang banyak bila dibandingkan dengan komponen-komponen kayu
lainnya. Kedua, bila kayu yang diproduksi diperlukan sebagai bahan baku kertas
dan pulp, maka kandungan lignin di dalam kayu perlu dikurangi karena dalam
pembuatan kertas dan pulp yang diperlukan hanyalah selulosa. Jadi untuk
keperluan ini bioteknologi dapat digunakan dalam usaha meningkatkan kandungan
selulosa dan mengurangi kandungan lignin dalam kayu tanpa melewati batas-batas
fungsi kedua senyawa tersebut. Pengurangan kandungan lignin dalam kayu juga
dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan, yakni dapat
mengurangi kadar polutan kimia yang dihasilkan dari proses pembuangan lignin
selama proses pembuatan kertas dan pulp. Modifikasi kandungan lignin dalam kayu
dapat dilakukan melalui pengontrolan enzim-enzim yang terlibat dalam jalur
biosintesis lignin. Karena enzim merupakan produk dari gen, maka modifikasi
kandungan lignin ini dapat dilakukan melalui modifikasi gen secara
rekayasa genetik. Modifikasi gen ini tidak hanya berpengaruh terhadap kuantitas
lignin saja, melainkan juga terhadap komposisi dan lokalisasi lignin di dalam
kayu.
Mikroorganisme yang terdiri atas sejumlah mikroba
membantu proses pelapukan sehingga sampah alam itu terurai, kembali menjadi
tanah berupa humus. Hasil kerja mikroorganisma yang sempurna tak menghasilkan
polusi tersebut memberi inspirasi pada para ilmuwan kita untuk
memanfaatkannya dalam sektor industri. Industri kertas dan pulp terkenal dengan
limbahnya yang sulit diatasi. Limbah ini berasal dari bahan kimia seperti
soda api, sulfit dan garam sulfida dalam proses penghilangan kandungan lignin.
Bahan kimia inilah yang dianggap sebagai sumber pencemaran lingkungan. Proses
penggunaan sulfur mencemari udara dan sudah dilarang di se jumlah negara maju
seperti Jerman. Di Indonesia tidak semua pabrik kertas mempunyai unit
pulping karena diisyaratkan harus mempunyai pengolahan limbah yang investasinya
lebih dari 20 persen dari nilai investasi,” ujar Ba mbang Prasetya dalam orasi
pengukuhannya sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) Bidang Konversi Biomassa
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, pekan silam.
Pengolahan pulp yang ideal adalah biopulping, yakni mengolah pulp
dengan menggunakan bantuan mikroba. Bambang menjelaskan, manfaat biopulping
yang menonjol adalah penghematan energi dan pengurangan pemakaian bahan kimia.
Proses pembuata n bubur kayu alias pulp dan kertas biasa dilakukan dengan
memasak serpihan kayu, jerami atau ampas tebu. Semuanya menggunakan bahan
kimia. Tujuan proses ini untuk memisahkan komponen lignin. Dalam biopulping,
bahan-bahan kimia tadi digantikan oleh sejenis mikroba yang bisa mengeluarkan
enzim dan mendegradasi lignin. Mikroba ini adalah golongan jamur atau fungi
pelapuk kayu yang banyak dijumpai di alam bebas. Bahan pemutih kertas yang
selama ini menggunakan bahan kimia seperti chlorite dan hydrogen peroksida
dapat digantikan dengan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh fungi pelapuk.
Beberapa enzim yang sangat dikenal untuk menguraikan lignin adalah
manganese peroksidase, laccase dan lignin peroksidase.
5 Delignifikasi Oksigen
Delignifikasi oksigen merupakan salah satu aplikasi
industri pulp dan kertas dalam melakukan bleaching (pemutihan) pulp selama
beberapa tahun terakhir ini. Keuntungan dari proses ini adalah
pelestarian lingkungan. Proses delignifikasi oksigen biasanya dilakukan
selama 15 sampai 90 menit di bawah tekanan 400-1.000 kPa dan pada suhu
90-110°C. Kondisi operasi delignifikasi oksigen dapat dilihat pada tabel
berikut.
Berkurangnya kandungan lignin dalam biomassa
menunjukkan terjadinya proses delignifikasi selama pemrosesan dilakukan.
Kandungan lignin dalam pulp untuk proses-proses komersil secara sederhana dan
cepat diperkirakan dengan Bilangan Kappa, yang berkorelasi dengan lignin Klason
atau kandungan lignin total dalam pulp. Besarnya nilai ko relasi Bilangan Kappa
dengan kandungan lignin dalam pulp bervariasi menurut biomassa dan proses
yang digunakan. Bilangan kappa dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Bilangan
kappa x 0.15% = % lignin dalam pulp
0 Response to "Prarancangan Pabrik Pulp dari Corn Stover (Jerami jagung) dengan Proses Organosolv"
Post a Comment