Profil Industri Oleokimia
Industri
Oleokimia
Oleokimia
adalah bahan kimia yang diperoleh dari lemak dan minyak. Banyak digunakan pada
rumah dan industri rumah tangga dan perawatan tubuh, Oleokimia juga dapat
digunakan sebagai bahan baku atau sebagai perantara farmasi, karet, plastik,
cat dan pelumas industri.
Oleokimia
kami merupakan bahan pengganti berkualitas tinggi yang efektif untuk banyak
produk berbahan dasar minyak bumi. Kami memproduksi fatty acid, fatty alcohol,
glycerin, dan turunan lainnya.
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Minyak
atau lemak secara umum trigliserida yang mengandung gliserol dan asam lemak
baik jenuh maupun tidak jenuh. Dalam industri oleokimia, dengan proses kimia
struktur minyak tersebut dipecah menjadi struktur lain seperti asam lemak,
gliserol, ester lemak dan alcohol lemak. Contoh hasil olahan oleokimia ialah
mentega, sabun, dan minyak goreng. Oleokimia dapat diperbaharui dan merupakan
salah satu alternatif sumber energi masa depan.
Sebagai
produsen dan eksportir terbesar minyak sawit mentah (cpo) di dunia, indonesia
juga masih berpeluang besar untuk mengembangkan industri turunannya. supaya
mendapatkan nilai tambah secara ekonomi bagi pembangunan nasional, maka
pembangunan industri turunannya harus selalu dilakukan sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi didaerah.
Industri
oleokimia nasional yang masih di dominasi industri oleokimia dasar, memang
masih jauh dari harapan banyak pihak. Kendati pertumbuhan produksi CPO setiap
tahunnya meningkat lebih dari 10%, namun kapasitas terpasang industri oleokimia
nasional nyaris tak bergerak tumbuh sepanjang lima tahun terakhir.
Pertumbuhan
industri oleokimia dasar, sejak dikenalnya industri biodiesel sebagai bahan
bakar aternatif dan terbarukan, memang nyaris tak terdengar. Sejak tahun 2008
silam, pembangunan industri biodiesel memang masif terjadi di Indonesia. Hanya
dalam kurun waktu 3 tahun saja, industri biodiesel telah memiliki kapasitas
terpasang yang jauh lebih besar dari industri oleokimia nasional.
Sebagai
gambaran, tahun 2011, kapasitas terpasang industri biodiesel nasional telah
mencapai lebih dari 3 juta ton/tahun. Dibandingkan dengan industri oleokimia
nasional yang hanya memiliki kapasitas terpasang sekitar 1 juta ton/tahun.
Padahal,
pengembangan industri oleokimia nasional sudah dimulai sejak tahun 1980an
silam, dimana untuk pertama kalinya dimulai oleh PT Cisadane Raya Chemicals
yang mampu produksi fatty acids hingga sabun cuci batang.
Dara
penelusuran InfoSAWIT, kendati, sejak tahun 2013 akhir, hampir semua industri
turunan CPO global dan Indonesia kembali mengalami kelesuan. Memang, lesunya
pertumbuhan industri turunan CPO tidak bisa terlepas dari tingginya fluktuasi
harga bahan baku. Swing harga naik dan turun dari harga CPO yang terlalu besar,
senantiasa berpengaruh besar terhadap harga jual produk oleokimia.
Kondisi
tidak stabilnya harga jual CPO tersebut, memang bukan satu-satunya alasan dari
kelesuan industri hilir CPO. Lantaran, yang utama dari bisnis industri turunan
CPO selalu mengacu kepada ketersediaan permintaan pasar global termasuk
Indonesia. Tak heran, jika kondisi regulasi di Indonesia, sempat juga memiliki
pengaruh terhadap harga jual CPO.
Banyaknya
strategi bisnis CPO yang diterapkan para pelaku usaha, pada akhirnya juga harus
kembali berpijak kepada inti dari bisnis itu sendiri, dimana ketersediaan
pasar, tidak hanya berasal dari yang ada, melainkan juga harus dilakukan dengan
membuat permintaan pasar sendiri.
Sejak
tahun 2014 silam, berbagai strategi pengembangan industri hilir CPO mulai
kembali dilakukan oleh Grup-grup perusahaan minyak sawit besar. Semisal Grup
Wilmar melalui pengembangan Kawasan Industri Dumai dan Gresik, juga Grup Sinar
Mas yang mengembangkan Industri turunan CPO di daerah yang sama.
Tahun
2017 ini, industri oleokimia nasional akan kembali diperkuat, melalui kehadiran
industri fatty alcohols baru yang berhasil dibangun Grup Sinar Mas bekerjasama
dengan Grup CEPSA dari Uni Emirat Arab. Perusahaan patungan yang digagas antara
Golden Agri Resources Ltd (GAR) dengan CEPSA Ltd ini, diberi nama Sinar Mas
CEPSA.
Berlokasi
di Kota Dumai, Provinsi Riau, pabrik fatty alcohols baru ini akan memproduksi
asam lemak dan lemak alcohol dengan kapasitas terpasang sebesar 160 ribu
Ton/Tahun, dimana bahan baku yang digunakannya berasal dari CPO yang telah
tersertifikasi berkelanjutan.
Kehadiran
pabrik fatty alcohols baru ini, merupakan bagian dari penguatan industri
turunan CPO nasional yang akan mampu memperbesar serapan pasar domestik akan
CPO dan menambah nilai keekonomian dari produk turunan CPO nasional. Jika
industri turunan CPO menguat, maka secara langsung akan memperkokoh keberadaan
industri CPO nasional.
Produk
oleokimia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu oleokimia dasar dan turunan atau
produk hilirnya (downstream product). Oleokimia dasar terdiri dari asam lemak,
fatty ester, fatty alcohol, fatty amin dan gliserin, sedangkan turunannya
antara lain sabun,, produk pembersih, produk kosmetik dan perawatan kulit,
lilin, surfaktan,pelumas, tinta cetak, agrokimia, pakan ternak dan sebagainya.
Produk-produk
Oleokimia.
Fatty
acid (asam lemak): Asam lemak merupakan oleokimia yang paling banyak
diperlukan. Secara umum, produksi asam lemak di dunia lebih besar dibandingkan
konsumsinya. Asam lemak yang berasal dari Amerika dan Eropa pada umumnya
disintesis dari tallow, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak rapeseed dan
lain-lain.
Asam
lemak dapat dibuat degan cara splitting CPO atau PKO pada suhu dan tekanan
tinggi. Selanjutnya asam lemak tersebut didistilasi atau difraksionasi untuk
memperoleh asam lemak dengan kemurnian tinggi. Sementara itu produk sampingnya
yang berupa gliserin setelah dimurnikan akan menghasilkan gliserin yang sesuai
dengan standar farmasi.
Produk-produk
turunan dari asam lemak sepeti fatty ester, fatty alcohol, dan fatty amina
lainnya digunakan untuk menggantikan produk-produk petrokimia.
Fatty
ester: Fatty ester sebagian besar (± 80%) diubah menjadi fatty alcohol, yang
kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk hilir terutama suftaktan.
Disamping itu fatty ester juga digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak
diesel. Metil ester dapat dibuat dengan cara transesterifikasi CPO atau PKO
dengan methanol pada suhu 60oC dan tekanan satu atmosfir. Selanjutnya dilakukan
distilasi dan fraksionasi untuk memperoleh metal ester dengan kemurnian tinggi.
Produk samping yang dihasilkan pada proses ini adalah gliserin yang dapat
digunakan sebagai bahan baku industry farmasi dan kosmetik.
Fatty
alkohol: Fatty alkohol merupakan oleokimia dasar yang paling banyak digunakan
sebagai bahan baku surfaktan seperti fatty alkohol sulfat (FAS), fatty alkohol
etoksilat (FAE) dan fatty alokohol etoksi sulfat (FAES). Sekitar 70% fatty
alcohol digunakan untuk membuat surfaktan nonionic dan anionic. Fatty alkohol
dapat dibuat dari asam lemak maupun metal ester dengan cara hidrogenasi pada
suhu dan tekanan tinggi menggunakan katalis kimia. Selanjutnya dilakukan
distilasi untuk menghasilkan fatty alkohol dengan kemurnian tinggi.
Fatty
amina: Fatty amina merupakan turunan nitrogen dan paling banyak digunakan untuk
membuat senyawa ammonium quartener seperti senyawa distearyl-dimethylammonium
yang digunakan sebagai pelembut pakaian dan hair conditioners.
Gliserin:
Gliserin dapat dibuat dari minyak atau lemak alami sebagai hasil samping dari
asam lemak, ester atau sabun, Meskipun merupakan produk samping, gliserin
umumnya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Mulai tahun 1980-2010, produksi
gliserin sintetik (dari minyak bumi) mulai menurun, sementra produksi gliserin
alami semakin meningkat.
Bioemollent
dari asam lemak sawit: Industri kosmetik merupakan konsumen minyak nabati dan
asam lemak yang sangat potensial Salah satu bahan baku kosmetik yang banyak
digunakan dalam hampir seluruh formulasi produk kosmetik adalah emollient.
Fungsi emollient adalah sebagai pelembut dan pelembab kulit pada produk
kosmetik yang berbentuk krim, lotion, lipstick dan sabun . Produk emollient
yang dibuat dari minyak sawit disebut bioemollient, mempunyai keunggulan yang
tidak dijumpai pada produk sintetis dari minyak bumi. Emollient disintesis
dengan cara esterifikasi antara asam lemak dengan alkohol.
Biodiesel
sawit: Biodiesel sawit dapat dibuat dari hampir semua fraksi sawit seperti CPO,
palm kernel oil )PKO), refined bleached and deodorized palm oil (RBDPO) dan
olein. Pada prinsipnya biodiesel atau metal ester diproduksi melalui reaksi transesterifikasi
antara trigliserida pada minyak sawit dengan methanol menjadi metil ester dan
gliserol dengan bantuan katalis basa. Gliserol akan terpisah di bagian bawah
reaktor sehingga dengan mudah dapat dipisahkan. Ester yang terbentuk
selanjutnya dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa kalatis dan methanol.
Proses dapat dilakukan secara curah (bach) atau disambung (continuous) pada
suhu 50-70o C.
Faktor
penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku adalah kandungan
asam lemak bebas dan harga. Untuk asam lemak yang mengandung asam lemak bebas
> 1% perlu dilakukan perlakuan pendahuluan berupa penetralan atau
penghilangan asam lemak (deasidifikasi). Proses ini dapat dilakukan dengan
penguapan, saponifikasi atau esterifikasi asam dengan katalis padat.
Biodiesel
atau metal ester dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk oleokimia
yang biasanya dibuat dari asam lemak nabati. Apabila harga jual biodiesel
kurang menarik, pengolahan lebih lanjut biodiesel menjadi produk-produk
oleokimia merupakan salah satu alternatif pemanfaatan biodiesel.
0 Response to "Profil Industri Oleokimia"
Post a Comment