Profil Industri Pulp dan kertas
Industri
Pulp dan Kertas
Industri
pulp, dan kertas adalah industri yang mengolah kayu sebagai bahan dasar untuk
memproduksi pulp, kertas, papan, dan produk berbasis selulosa lainnya. Industri
ini didominasi oleh wilayah Amerika Utara, Eropa utara (Finlandia, Swedia dan
Rusia Barat-Laut), dan Asia Timur (Rusia Siberia, Tiongkok, Jepang, dan Korea
Selatan). Negara di wilayah Australasia dan Brasil juga memiliki industri pulp,
dan kertas yang signifikan. Amerika Serikat telah menjadi produsen utama kertas
hingga posisi itu diambil oleh Tiongkok pada tahun 2009.
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Video alat-alat kimia dapat di lihat di link berikut : https://www.youtube.com/watch?v=vhOpIrUjdw0
Industri
ini dikritik oleh kelompok pemerhati lingkungan seperti Natural Resources
Defense Council karena deforestasi dan sistem tebang habis yang dilakukan
terhadap hutan primer. Industri ini juga terus-menerus melakukan ekspansi secara
global ke negara penghasil kayu seperti Rusia, Tiongkok, dan Indonesia yang
memiliki upah buruh rendah, dan pengawasan lingkungan yang renggang.
Industri
pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang memegang peranan penting
bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan data FAO (2013) total nilai ekspor
Indonesia pada tahun 2011 untuk produk pulp sebesar 1,554 juta dolar, sedangkan
untuk produk kertas sebesar 3,544 juta dolar. Pada pasar dunia, industri pulp
dan kertas Indonesia memperlihatkan perkembangan yang cukup baik, tahun 2002
Indonesia menempati peringkat 12 sebagai eksportir kertas dan meningkat ke
peringkat 9 pada tahun 2011. Sementara untuk produk pulp, Indonesia
mempertahankan peringkat 6 sebagai eksportir pulp dunia dengan total ekspor
pulp tahun 2002 sebesar 2.25 juta ton dan tahun 2011 sebesar 2.93 juta ton (FAO
2013) (Wulandari, 2013).
Saat
ini industri kertas nasional telah mengekspor hasil produksi ke 90 negara di
dunia. Untuk menggapai cita-cita sebagai produsen pulp dan kertas terbesar
kedua dunia, produsen terus meningkatkan kapasitas produksi guna mengejar
tingkat efisiensi. Dengan kapasitas mesin pulp terpasang sebesar 7,9 juta ton
per tahun, Indonesia menempati peringkat sembilan terbesar di dunia. Sementara
dengan kapasitas mesin kertas terpasang sebesar 12,9 juta ton per-tahun,
Indonesia menempati peringkat keenam dunia (Amna, 2016, industri.bisnis.com).
Industri
kertas di Indonesia sudah dapat bersaing di dunia. Untuk tingkat Asia,
Indonesia berada di peringkat tiga di bawah Cina dan Jepang. Sedangkan di
ASEAN, Indonesia berada di peringkat pertama (2016, economy.okezone.com).
Artinya, kebutuhan pulp dan kertas negara-negara ASEAN sangat bergantung pada
Indonesia. Tahun 2013, Indonesia mengekspor pulp dan kertas ke Malaysia dengan
volume 363,4 ribu ton, Vietnam 356,1 ribu ton, Filipina 163,16 ribu ton dan
Thailand 125,86 ribu ton (2014, antaranews.com).
Indonesia
memiliki potensi menjadi negara produsen pulp dan kertas terbesar dunia karena
memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki negara lain. Di antaranya,
lahan yang luas serta Sumber Daya Alam (SDA). Namun belakangan ini, industri
kertas menghadapi persoalan kebijakan terkait regulasi ekspor-impor maupun isu
lingkungan hidup (kemenperin.go.id). Memasuki kuartal II/2016 pelaku industri
pulp dan kertas di Indonesia lebih mengandalkan pasar domestik karena
pertumbuhannya lebih tinggi yaitu mencapai 30%, ketimbang ekspor akibat harga
yang anjlok di pasar global (2016, m.tempo.co).
Dalam
hal pengembangan industri kertas, Pemerintah memang perlu mendorongnya dengan
kebijakan yang kondusif, baik itu untuk pengusaha di tingkat hilir (industri)
maupun hulu (hutan), karena bahan baku pulp dan kertas adalah kayu. Namun semua
itu, pemerintah tidak boleh mengabaikan faktor kelestarian alam. Luas daratan
Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan permukaan Bumi, namun keanekaragaman
hayati yang ada di dalamnya sangat luar biasa, meliputi 11% spesies tumbuhan
dunia, 10% spesies mamalia, dan 16% spesies burung. Sebagian besar dari spesies
ini berada di dalam hutan Indonesia (wri.org).
Deforestasi
di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan
ekonomi yang korup, yang menganggap SDA, khususnya hutan, sebagai sumber
pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan
pribadi (wri.org). Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan
cara penebangan untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan
menjadi non-hutan. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kebakaran hutan baik yang
disengaja atau terjadi secara alami (jurnalbumi.com).
Gas
rumah kaca bertanggung jawab terhadap terjadinya pemanasan global. Dari sekian
jenis gas rumah kaca, karbon dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang
paling banyak dihasilkan (EPA). Untuk kasus deforestasi, emisi CO2 yang
dikeluarkan menyumbangkan 6-17% terhadap emisi global. Angka ini menunjukkan
deforestasi penyumbang CO2 terbesar kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil
(Van Der, 2009). Hutan merupakan penyimpan cadangan karbon yang besar. Lebih
dari 300 milyar ton karbon tersimpan di hutan dan pohon-pohon yang ada di bumi.
Jumlah tersebut 40 kali lebih besar dari karbon yang dihasilkan akibat
pembakaran bahan bakar fosil (greenpeace.org). Angka tersebut dengan jelas
menerangkan pentingnya peran hutan dalam menjaga perubahan iklim (dikutip dari:
jurnalbumi.com).
Menurut
data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di Indonesia
pada periode 2000-2010 melesat hingga 1,2
juta hektar hutan alam setiap
tahun. Walaupun angka ini telah menunjukkan penurunan sejak 2010, bahaya deforestasi masih mengancam dari pola
produksi dan konsumsi yang tidak bertanggung jawab (wwf.or.id). Forest Watch
Indonesia (FWI) mengatakan laju deforestasi atau menyempitnya kawasan hutan
akibat pembukaan lahan dari tahun ke tahun di Indonesia termasuk yang tertinggi
di dunia (2015, Simanjuntak, antaranews.com).
Laju
deforestasi di Indonesia dalam tiga periode mengalami penurunan yakni dua juta
hektar pertahun dalam kurun waktu 1980-1990-an, sekitar 1,5 juta pertahun
selama 2000-2009 dan sekitar 1,1 juta hektar pada periode 2009-2013. Meskipun
angka laju deforestasi di Indonesia menurun, namun hal itu disebabkan kawasan
hutan semakin berkurang. Indonesia pernah tercatat dalam Guinness Book of World
Records pada awal tahun 2000-an sebagai negara tropis dengan laju deforestasi
tertinggi di dunia, yakni dua juta hektar pertahun (2015, Simanjuntak,
antaranews.com).
Tahun
2014, Kementerian Kehutanan membantah deforestasi di Indonesia mencapai 840.000
hektar pada 2012 – seperti disebutkan dalam hasil penelitian yang
dipublikasikan dalam jurnal Nature Climate Change. Kementerian Kehutahan
memberikan pernyataan bahwa hutan di Indonesia berkurang di tahun 2012, tetapi
jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian tersebut. Penyebabnya
antara lain: kebakaran hutan, mungkin ada alih fungsi dan kemungkinan ada
illegal logging, deforestasi yang terjadi setiap tahun itu sekitar 450.000
hektar, tetapi angkanya fluktuatif, kalau terjadi kebakaran hutan maka itu
lunas (penanaman lagi) (2014, bbc.com).
Saat
ini, laju deforestasi Indonesia dengan angka 1,1 juta hektar per-tahun tetap
mengkhawatirkan, sehingga pemerintah perlu terus memperhatikan pemanfaatan dan
upaya penyelamatan hutan, seperti penanaman hutan kembali dan perlindungan
hutan Indonesia dari pembalakan liar (illegal logging) (2015, Simanjuntak,
antaranews.com). Tingginya permintaan pasar atas produk kehutanan juga kerap
memicu produsen untuk memaksakan jalur-jalur produksi yang lebih cepat, antara
lain menambah luas lahan yang dapat diambil kayunya dengan cara melanggar
hukum, misalnya melalui korupsi perizinan. Pelanggaran seperti ini menyebabkan
laju deforestasi pun semakin cepat (wwf.or.id).
Kini
pemanasan global menjadi salah satu dampak jangka panjang akibat deforestasi.
Ini adalah tantangan serius yang dihadapi oleh Indonesia. Deforestasi merupakan
masalah lingkungan yang cukup pelik. Pemerintah Indonesia harus bertindak untuk
mengatasi dampak deforestasi. Hutan sangat penting dan memberikan banyak
manfaat bagi dunia. Jika tidak segera mengambil langkah perbaikan untuk
menghentikan deforestasi, maka secara perlahan seluruh kehidupan di Bumi akan
terganggu.
Kertas
mempunyai peran penting dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di dunia
maupun di Indonesia secara luas. Namun sepertinya, keberadaan kertas semakin
terancam oleh media digital (paperless era). Padahal banyak fungsi kertas yang
masih tidak dapat digantikan oleh media digital, seperti buku digital (e-book).
Selain itu, ada beberapa penelitian terhadap kertas menunjukan bahwa membaca
dari media cetak lebih aman terhadap lingkungan, jika dilihat dari penggunaan
energinya (2014, APKI).
Fenomena
paperless yang saat ini sedang merebak disinyalir tidak akan berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan industri pulp dan kertas di dunia maupun di
Indonesia. Permintaan akan produk kertas untuk jenis-jenis tertentu ada yang
terus bertumbuh dan tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi yang semakin
berkembang. Produksi kertas ditentukan dari ketersediaan sumber bahan baku,
terutama kayu yang dihasilkan dari hutan produksi yang telah memiliki Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) (2014, APKI).
Namun
dalam melakukan kegiatan usaha, perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) harus
dapat menjalankan kegiatan usahanya, antara lain dengan menjaga keberlanjutan
pengelolaan hutan dengan menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan
(sustainability) dan upaya mitigasi perubahan iklim. Apabila hal tersebut
dilakukan maka perusahaan tentunya telah ikut berkontribusi dalam menjaga
kelestarian hutan sekaligus juga mengurangi dampak perubahan iklim serta dapat
menjaga “image”nya sebagai pelaku kegiatan usaha yang ramah lingkungan (2014,
APKI).
Sumber:
“Deforestasi”. Diambil
dari: https://jurnalbumi.com/deforestasi/
“Kehutanan”. Diambil
dari: http://www.wwf.or.id/program/reduksi_dampak_lingkungan/kehutanan/
“Deforestasi Indonesia
‘Kalahkan’ Brasil”. Diambil dari:
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/06/140630_deforestasi_indonesia_brasil
“MEA Peluang Industri
Pulp dan Kertas Indonesia”. Diambil dari:
http://www.antaranews.com/berita/470765/mea-peluang-industri-pulp-dan-kertas-indonesia
Bulletin APKI. BIPKI
V/IX/2014 Edisi Mei-Agustus. Diambil dari: http://apki.net/wp-content/uploads/2014/07/Draft-Bulentin-APKI-Edisi-Mei-Agustus-2014.pdf
“Industri Kertas
Andalkan Pasar dalam Negeri”. Diambil dari:
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/30/090784555/industri-kertas-andalkan-pasar-dalam-negeri
” Industri Kertas Indonesia
Masuk Jajaran 10 Besar Dunia”. Diambil dari:
http://economy.okezone.com/read/2016/03/07/320/1329480/industri-kertas-indonesia-masuk-jajaran-10-besar-dunia
Amna, Muhammad Abdi.
2016. “2016, Tahun Ujian Terberat Industri Kertas”. Diambil dari: http://industri.bisnis.com/read/20160213/257/518789/2016-tahun-ujian-terberat-industri-kertas
Bernadi, Daniel Jones.
2011. “Deforestasi Bukan Solusi Jadi Kaya”. Diambil dari:
http://www.kompasiana.com/danijonesbern/deforestasi-bukan-solusi-jadi-kaya_550d3def813311472bb1e2c2
http://www.greenpeace.org/international/en/campaigns/forests/
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10752/Pulp-&-Kertas-Impian-Pemain-Besar-Global
https://www.epa.gov/ghgemissions/overview-greenhouse-gases#carbon-dioxide
https://www.wri.org/sites/default/files/pdf/indoforest_chap1_id.pdf
https://www.wri.org/sites/default/files/pdf/indoforest_chap3_id.pdf
Simanjuntak, Martha
Herlinawati. 2015. “FWI: Laju Deforestasi Indonesia Tertinggi”. Diambil dari:
http://www.antaranews.com/berita/474271/fwi–laju-deforestasi-indonesia-tertinggi
Van Der Werf, et al.
2009. CO2 emissions from forest loss. Nature geoscience, Vol 2, November.
Macmillan Publishers Limited.
Wulandari, Rizka Asti.
2013. Analisis Daya Saing Industri Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar Internasional.
Skripsi, IPB. Diambil dari:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/66172/E13raw.pdf?sequence=1&isAllowed=y
0 Response to "Profil Industri Pulp dan kertas"
Post a Comment